Dark
Light
Dark
Light

7 Judul Film dari Berbagai Negara yang Cocok Diputar di Hari Guru

7 Judul Film dari Berbagai Negara yang Cocok Diputar di Hari Guru

Arina.id -- Sekolah sangat bangga dengan standar nilai tes yang tinggi. Murid-murid berprestasi dapat dikenal dari perangkingan dan pemberian piagam penghargaan. Adit, salah satu siswa sekolah tersebut, setiap hari mendapatkan banyak sekali lembar kerja di kelas dan setumpuk PR. Meski melelahkan, ia selalu giat belajar untuk mendapatkan nilai terbaik di kelasnya.

Bu Jatun, guru Adit, adalah seorang pembicara ulung yang sangat berpengalaman dan selalu menguasai keadaan kelas. Ia selalu menyiapkan rencana pembelajaran dengan sangat detail sejak jauh-jauh hari, menggunakan buku teks terbaru, dan memberikan kuis secara berkala untuk memastikan bahwa siswanya berada di jalur yang benar.

Apakah ada yang salah dengan gambaran di atas? Saya pikir, hampir semuanya. Tiada yang lebih keras kepala menolak perubahan selain pendidikan. Hampir semua bidang patuh dengan hukum alam bahwa periode selalu berganti. Mau tidak mau, setiap orang mesti berkemas untuk beradaptasi dengan kebutuhan zaman.

Sayangnya, situasi belajar di kelas sepertinya enggan berubah, seolah waktu tidak bergerak. Pendidikan gaya bank yang dikritik Paulo Freire (1921-1997), masih dilakukan hingga kini: para siswa diwajibkan duduk rapi di balik meja, mengangkat tangan dengan sabar untuk menunggu giliran berbicara, dan guru lebih mendominasi pembicaraan.

Barangkali, kita perlu melakukan perenungan terhadap wajah pendidikan yang melibatkan kebijakan pemerintah, masyarakat, keluarga, sekolah, kelas, dan guru. Perenungan tidak  menuntut serius, kita boleh memikirkannya dengan duduk di kursi empuk sambil menikmati singkong goreng. 

Refleksi tak selalu harus berhadapan dengan buku-buku, melalui film pun kita bisa mempelajari banyak hal soal pendidikan. Berikut adalah beberapa film yang bisa dijadikan rujukan:

1. Dead Poets Society 
Dead Poets Society (1989) adalah film drama klasik yang disutradarai Peter Weir dan dibintangi oleh Robin Williams sebagai John Keating, seorang guru sastra yang menginspirasi para murid untuk keluar dari pemikiran yang kaku dan seragam.

Keating mengajarkan para muridnya untuk melihat kehidupan secara berbeda dengan filosofi carpe diem (raih hari ini) dan menekankan pentingnya berpikir kritis serta keberanian untuk mengikuti passion mereka. Ia memperkenalkan klub rahasia Dead Poets Society, yang memotivasi para siswa untuk mengeksplorasi puisi, seni, dan impian mereka.

Namun, ide-ide revolusioner Keating membawa konflik dengan nilai-nilai tradisional sekolah dan keluarga siswa, yang berujung pada tragedi. Film ini mendorong penonton untuk berpikir kembali mengenai tema-tema kebebasan, individualitas, dan keberanian di hadapan sistem pendidikan. Dead Poets Society adalah karya yang berkesan dan relevan hingga kini.

2. The Chorus 
The Chorus (Les Choristes) adalah film Prancis tahun 2004, disutradarai oleh Christophe Barratier. Film ini bercerita tentang Clément Mathieu, seorang guru musik yang datang ke sekolah asrama anak laki-laki. Sekolah ini terkenal dihuni oleh anak-anak yang sulit diatur. Para guru juga kepala sekolah sepakat untuk menerapkan metode disiplin keras. Mereka mempercayai anak-anak hanya bisa dikendalikan melalui hukuman.

Mathieu, guru baru yang penuh rasa kasih, mampu melihat sisi lain dari anak-anak, ia meyakini mereka memiliki potensi. Hal itu mendorongnya untuk mengubah pendekatan dengan membentuk paduan suara. Melalui musik, ia berhasil membuka sisi kreatif dan emosional anak-anak, termasuk seorang siswa bernama Pierre Morhange yang berbakat dalam bernyanyi.

The Chorus (2004) menyoroti pentingnya pendidikan yang penuh kasih dan empati serta kekuatan musik dalam mengubah kehidupan. Film ini berhasil menyampaikan pesan tentang variasi metode dalam memahami dunia anak.

3. Taare Zameen Par 
Taare Zameen Par adalah film Bollywood yang dirilis pada tahun 2007, disutradarai oleh Aamir Khan. Film ini mengisahkan perjalanan emosional seorang anak bernama Ishaan Awasthi (Darsheel Safary), seorang bocah berusia delapan tahun yang berjuang menghadapi disleksia, sebuah kondisi yang mempengaruhi kemampuannya membaca dan menulis.

Ishaan sebenarnya anak yang kreatif dengan imajinasi luar biasa, tetapi dianggap ‘bodoh’ oleh keluarga dan gurunya lantaran prestasi akademiknya buruk. Merasa tertekan oleh ekspektasi orang dewasa, ia mengalihkannya dengan kenakalan hingga akhirnya dikirim ke sekolah asrama.

Isolasi dan tekanan lebih lanjut hampir menghancurkan semangat Ishaan. Namun, beruntungnya ia bertemu dengan Ram Shankar Nikumbh (Aamir Khan), seorang guru yang menyadari bakat seni dan potensi uniknya. Dengan kesabaran dan pendekatan yang penuh cinta, Ram membantu Ishaan menemukan jati dirinya, sembari mendidik orang-orang di sekitar untuk menyadari bahwa setiap anak memiliki keunikan dan kecerdasannya masing-masing. Orang dewasa dilarang untuk melakukan pengabaian apalagi penyeragaman.

4. Three Idiots 
Three Idiots adalah film Bollywood yang dirilis pada tahun 2009, disutradarai oleh Rajkumar Hirani. Film ini mengisahkan tiga sahabat – Rancho, Farhan, dan Raju – yang menjalani kehidupan sebagai mahasiswa teknik di salah satu perguruan tinggi bergengsi di India. Mereka dihadapkan pada tekanan akademik dan digenapi masalah keluarga, percintaan, dan ekonomi.

Rancho, tokoh sentral dalam film memiliki gagasan yang berbeda tentang pendidikan. Ia menentang sistem pendidikan konvensional yang hanya mengejar nilai dan kompetisi. Sistem itu menurutnya hanya membuahkan tekanan dan depresi bagi para mahasiswa. Baginya, pendidikan semestinya menjadi proses untuk menemukan kesalahan, kebahagiaan, dan passion.

Film Three Idiots menampilkan dialog yang sangat lucu, satir dan inspiratif. Kritik sosial yang tajam juga disajikan dengan sangat apik. Penonton berhasil terhibur sekaligus berpikir kritis tentang pendidikan. Film ini masih sangat relevan bagi siapa pun yang tertarik mempertanyakan kembali arti ‘sekolah’.

5. Sokola Rimba 
Sokola Rimba merupakan film Indonesia yang dirilis pada tahun 2013, disutradarai oleh Riri Riza. Film ini mengangkat kisah Butet Manurung, aktivis perempuan, ketika bekerja sebagai pengajar di hutan pedalaman Jambi, Sumatera, dengan suku anak rimba sebagai murid-muridnya.

Butet bertekad untuk memberi pengajaran dasar pada anak-anak dari suku pedalaman yang terisolasi dan minim akses terhadap pendidikan. Ia menghadapi berbagai tantangan, termasuk perlawanan dari masyarakat yang khawatir bahwa pendidikan akan merusak nilai-nilai budaya mereka.

Namun, pada akhirnya Butet berhasil membuktikan bahwa pendidikan dapat berdampingan dengan tradisi lokal, bahkan membantu orang-orang rimba terhindar dari penipuan oknum-oknum culas yang ingin mengeruk hutan mereka.

Sokola Rimba berupaya mengisahkan tentang hak pendidikan bagi setiap orang, terlepas dari latar belakang geografis dan sosialnya. Film ini juga mengajak penonton untuk melihat pendidikan dalam kacamata yang inklusif dan menghormati keanekaragaman budaya. 

Pendidikan tidak selalu harus menggunakan konsep penyeragaman yang dipercayai sebagai bentuk ideal. Butet membuktikan bahwa yang paling penting dalam pendidikan adalah bukan capaian akademis tetapi bagaimana pendidikan itu dapat memberikan manfaat kontekstual baik bagi para pengajar maupun yang diajar.
 
6. Captain Fantastic 
Captain Fantastic adalah film drama komedi yang dirilis pada tahun 2016, disutradarai oleh Matt Ross. Film ini mengisahkan Ben Cash, seorang ayah yang membesarkan keenam anaknya di hutan belantara, Pacific Northwest. Ben mendidik anak-anaknya dengan cara yang tidak biasa. Ia mengajarkan keterampilan bertahan hidup, literasi, pemikiran kritis, dan aktivitas fisik, jauh dari pengaruh teknologi dan konsumerisme modern.

Ketika suatu kejadian tragis memaksa Ben dan keluarga kembali ke peradaban, mereka dihadapkan pada konflik budaya dan tantangan dalam menyesuaikan diri. Ben harus menghadapi dilema antara prinsip-prinsip yang telah ia tanamkan pada anak-anaknya dan kenyataan hidup di dunia luar yang lebih kompleks.

Film ini mengeksplorasi tema kebebasan, pendidikan alternatif, pertanyaan filosofis tentang pilihan hidup, keluarga, dan kebahagiaan. Film ini juga mengajak penonton mempertanyakan batas antara idealisme dan realitas, serta apa yang terbaik bagi anak-anak dalam dunia yang terus berubah.

7. Hindi Medium 
Hindi Medium adalah film komedi-drama India yang dirilis pada tahun 2017, disutradarai oleh Saket Chaudhary. Film ini mengisahkan pasangan Raj dan Meeta, keluarga kaya dari Delhi yang bercita-cita memasukkan anak perempuan mereka ke sekolah elit yang berbahasa Inggris.

Mereka percaya bahwa pendidikan di sekolah bergengsi akan menjamin masa depan yang lebih baik bagi putri mereka dan membawa status sosial yang lebih tinggi. Namun ternyata, realitas tidak sesederhana itu. Keinginan mereka dihadap-hadapkan pada banyak persoalan yang tersimpan dibalik tembok pendidikan, salah satunya kesenjangan antara si miskin dan kaya.  

Film Hindi Medium berupaya menunjukkan bagaimana obsesi terhadap status sosial dan bahasa dapat mempengaruhi pilihan keluarga, serta masalah kesetaraan pendidikan yang masih amat timpang. Film ini bisa menjadi hiburan sekaligus refleksi tentang masalah pendidikan yang banyak terjadi di berbagai negara.


$data['detail']->authorKontri->kontri

Yulita Putri
Bergiat di Bilik Literasi dan Kamar Kata Karanganyar.

Home 2 Banner

Tren Lainnya

Home 1 Banner