Memiliki keturunan adalah impian bagi kebanyakan pasangan suami istri. Namun, pada prosesnya, seorang istri harus bersusah payah agar dapat bertemu dengan buah hati di dalam kandungannya itu. Melahirkan bukanlah perkara yang mudah. Ia harus melewati masa-masa sulit, baik sebelum melahirkan, saat melahirkan, atau pun setelah melahirkan.
Ketika istri sudah berhasil melewati masa mengandung selama 9 bulan dan proses persalinan berjalan dengan lancar, bukan berarti masa sulit itu telah berakhir. Pasca melahirkan, seorang ibu bisa saja mengalami sindrom baby blues. Pada masa ini, peran keluarga, terutama suami sangat dibutuhkan untuk membantu dan mendukung istri setelah melahirkan. Jika tidak didampingi, dikhawatirkan ia melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti yang dilakukan oleh seorang ibu di Jakarta Selatan.
Beberapa pekan lalu, beredar video di media sosial yang menunjukkan seorang ibu di Jakarta Selatan menenggelamkan bayinya sendiri ke dalam ember. Kejadian ini berawal ketika pelaku membawa sang bayi ke dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi tersebut terdapat sebuah ember yang sudah terisi air. Setelah itu, pelaku memasukkan dan menenggelamkan bayinya sehingga menyebabkan sang bayi kesulitan bernapas dan menangis-nangis. Namun, pada saat itu pelaku justru tertawa. Setelah ditemui oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), pelaku dinyatakan tengah mengalami baby blues dan depresi.
Kasus lainnya juga baru terjadi pada awal bulan September lalu. Sama halnya dengan kasus sebelumnya, berita ini meluas ketika sebuah video tersebar di media sosial. Video itu menampilkan petugas KRL yang tengah berusaha menenangkan seorang ibu. Diduga, ibu tersebut hendak membuang bayinya di perlintasan rel kereta. Aksi itu berhasil digagalkan lantaran petugas KRL lainnya sudah menggendong bayi yang bersangkutan. Setelah ditelusuri, ternyata pelaku bukan ingin membuang bayinya, melainkan hendak bunuh diri karena stres.
Dari dua kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa sindrom baby blues yang dialami oleh seorang ibu pasca melahirkan tidak boleh diabaikan. Walaupun gejalanya terlihat tidak serius, nyatanya kondisi ini dapat membahayakan nyawa ibu dan anak jika tidak ditangani dengan tepat. Maka dari itu, segala hal tentang sindrom baby blues tidak hanya perlu diketahui oleh ibu, tapi juga perlu dipelajari oleh suami dan anggota keluarga lainnya, seperti orang tua dan mertua.
Baby blues Syndrome
Mengutip American Pregnancy, baby blues merupakan bentuk depresi pasca persalinan yang paling ringan. Memang, kondisi ini cukup sering terjadi. Walau demikian, baby blues tidak boleh diabaikan. Dalam fase ini, ibu bergelut dengan perasaan yang berkecamuk, antara senang dengan kehadiran sang buah hati serta perasaan lelah yang teramat sangat. Acap kali ibu menyembunyikan perasaannya itu. Padahal, mengutarakan perasaan dalam hati merupakan solusi dari baby blues.
Sekitar 80 persen ibu pasca melahirkan mengalami baby blues. Hal ini menandakan bahwa tidak semua ibu mengalami baby blues. Umumnya, kondisi tersebut menyerang ibu beberapa hari setelah melahirkan. Namun, penyebab pasti ibu mengalami baby blues belum diketahui sampai saat ini.
Dilansir dari heathline, salah satu penyebab baby blues adalah bahwa setelah melahirkan, tubuh ibu mengalami fluktuasi hormonal yang ekstrim untuk membantu ibu lekas pulih agar dapat merawat bayi yang baru lahir. Perubahan hormonal ini dapat memengaruhi pola pikir ibu pasca melahirkan. Selain itu, masa nifas (postpartum period) adalah masa di mana ibu tidak tidur secara teratur karena menghadapi perubahan besar dalam rutinitas dan gaya hidup sehari-hari. Tentunya perubahan itu terjadi setelah datangnya anggota keluarga baru yang telah dinanti-nantikan. Jika dua faktor tersebut dan faktor-faktor lainnya terjadi secara bersamaan, tentunya hal ini dapat pemicu ibu mengalami baby blues.
Seiring berjalannya waktu, gejala baby blues dapat hilang dengan sendirinya tanpa perlu diobati. Ibu hanya membutuhkan bantuan dan dukungan dari orang-orang terdekat, terutama pasangan. Kabar buruknya, jika kondisi ini tidak kunjung membaik setelah beberapa hari, baby blues dapat menyebabkan ibu menjadi cemas bahkan depresi. Jika tidak segera ditangani, baby blues dapat berakibat fatal dan mengancam kesejahteraan ibu dan bayi, seperti dikutip dari The Women’s.
Setiap ibu mengalami masa baby blues yang berbeda-beda. Ada pun gejalanya meliputi:
- Menangis tanpa alasan yang jelas atau karena masalah sepele
- Mudah tersinggung dan cepat mengalami perubahan suasana hati
- Merasa khawatir dan cemas dengan kesehatan dan keselamatan bayi
- Merasa gelisah dan insomnia, bahkan saat bayi sedang tidur
- Sulit berpikir jernih sehingga sulit membuat keputusan
Gejala di atas akan muncul sekitar 2 atau 3 hari setelah melahirkan dan memakan waktu 10 sampai 14 hari. Jika setelah masa baby blues keadaan ibu tidak kunjung membaik, maka ibu kemungkinan mengalami kondisi yang lebih parah. Kondisi tersebut bisa menjadi indikator adanya penyakit setelah melahirkan, seperti psikosis pasca kelahiran. Dalam kasus seperti ini, ibu membutuhkan bantuan dan dukungan dari tenaga profesional.
Cara Menangani Baby blues
Ketika tengah mengalami baby blues, tidak ada yang bisa dilakukan ibu selain berusaha beradaptasi dengan peran barunya sebagai ibu. Secara perlahan, ibu akan mulai merasa menjadi diri sendiri. Meskipun fase setelah melahirkan bukanlan tahapan yang mudah, ibu tetap harus mementingkan kesehatan diri sendiri, tidak hanya kesehatan bayi. Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan untuk beradaptasi dengan kehidupan baru ini di antaranya:
Lebih banyak tidur. Di masa sulit seperti ini, ibu sangat membutuhkan banyak waktu untuk tidur. Sebab, baby blues membuat ibu sulit tidur, bahkan ketika sang buah hati tertidur. Maka dari itu, cobalah untuk tidur bersama bayi. Sebab, segala hal terlihat jadi lebih buruk saat dalam keadaan lelah.
Meminta bantuan. Sudah seharusnya bagi ayah untuk membantu ibu dalam mengurus rumah tangga. Namun terkadang ayah juga sibuk dengan pekerjaannya. Biasanya, setelah melahirkan nenek dan kakek datang ke rumah untuk mengunjungi anak dan cucunya. Jangan sungkan-sungkan untuk meminta bantuan mereka. Sebab, melakukan semuanya sendirian hanya memperburuk keadaan ibu.
Makan dengan baik dan menghirup udara segar. Cara ini tentunya merupakan salah satu bentuk ibu memerhatikan diri sendiri. Terdengar sederhana, namun tindakan ini efektif. Menghabiskan waktu hanya dengan mengurus bayi dan melakukan pekerjaan rumah tentunya sangat menyesakkan dan melelahkan. Makan makanan yang bergizi sambil mengirup segarnya udara di depan rumah dapat membuat keadaan ibu menjadi lebih baik.
Berbicara dengan seseorang. Untuk mengeluarkan keluh kesah yang menumpuk di dalam hati dan beban pikiran yang memenuhi kepala, ibu tidak perlu berkonsultasi dengan psikolog. Ibu dapat berbincang dengan keluarga, saudara, atau tetangga, terlebih jika sesama perempuan. Mereka sangat mungkin memahami perasaan sebagai sesama ibu. Namun, ibu tetap harus memilih dan memperhatikan siapa lawan bicaranya untuk menghindari hala yang tidak diinginkan terjadi. Kadang kala, ada lawan bicara yang tidak membantu dan justru menghakimi.
Melibatkan pasangan. Dalam menghadapi fase ini, peran pasangan sangat dibutuhkan. Selain dapat mengurangi pekerjaan ibu, melakukan pekerjaan bersama ayah dapat mempererat hubungan keduanya. Dalam hal ini, ayah dapat membantu dan mendukung ibu dengan bergantian menlakukan pekerjaan rumah dan menggendong buah hati. Dengan begitu, ibu dapat beristirahat sehingga keadaannya akan semakin cepat pulih.