Nomor speed panjat tebing menjadi primadona baru Olimpiade
Sam Watson tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Atlet panjang tebing dari Amerika Serikat itu hanya bisa menjadi penonton setelah berhasil menyabet medali perunggu. Di hadapannya, tinggal dua atlet terbaik di nomor speed, yakni Wu Peng, asal Tiongkok dan Veddric Leonardo, pria asal Pontianak yang membela Merah Putih.
Watson sejatinya menjadi favorit di nomor ini. Terlebih sebelumnya dia mencetak rekor baru. Dinding miring dengan lima derajat setinggi 15 meter itu berhasil dia lahap dalam waktu 4,74 detik. Namun pemuda berusia 18 tahun itu kandas di babak semifinal di tangan Wu Peng.
Dalam tandingnya itu, Watson sempat unggul terlebih dahulu. Namun Wu memanfaatkan sedikit kesalahan yang dilakukan atlet Amerika itu untuk mencapai final dengan skor 4,85 berbanding 4,93 milik Watson. Dia pun harus mengakui kehebatan lawannya itu.
Namun di final, lawan Wu bukanlah atlet sembarangan. Veddric, 27 tahun, adalah pencetak "hat trick" juara Speed World Cup pada 2021, 2022, dan 2023. Perjalanan ke final pun dilaluinya tanpa halangan.
Dia menaklukkan atlet tuan rumah, Bassa Mawem —yang kemudian menyatakan pensiun dari olahraga ini. Lalu dia juga menyingkirkan Reza Alipour, asal Iran, yang merupakan pemegang rekor dunia sebelum dipecahkan Watson.
Laga final ini menjadi ujung dari pertunjukan di Le Bourget, Paris. Laga yang tidak saja menjadi puncak kejuaraan tapi juga pembuktian kian cepatnya para atlet melahap dinding itu. Publik pun menanti lomba itu.
Dan, benar saja, di laga adu cepat yang menjadi sajian itu hanya butuh waktu 4,75 detik. Pertandingan tersebut kemudian menjadi balapan tercepat dari laga-laga sebelumnya. Leonardo lebih cepat 0,02 detik dari lawannya. Lagu Indonesia Raya pun mengiringi Merah Putih.
"Saya merasa luar biasa. Ini selalu menjadi impian saya, dan hari ini saya mewujudkan impian saya," kata Leonardo yang tampak gembira. “Seluruh Indonesia bangga dengan medali emas ini.”
Tak hanya bangga tapi juga takjub sebenarnya. Nomor speed di cabang olahraga panjat tebing ini merupakan salah satu primadona dari Olimpiade kali ini. Tidak saja menegangkan tapi juga kekuatan mereka para atlet dalam melawan gravitasi di dinding dengan kemiringan lima derajat itu memerlukan kekuatan fisik yang luar biasa.
Nomor speed ini bahkan lebih menarik dibandingkan dengan nomor primadona lari 100 meter di arena atletik. Para manusia laba-laba ini bergerak lebih cepat dari para sprinter itu. Mereka menghabiskan perlombaan hampir setengahnya dari kecepatan para sprinter itu berlari di lintasan atletik.
Olahraga panjat tebing ini memang lekas merebut hati. Padahal, adu cepat ini baru digelar di Olimpiade Tokyo, tiga tahun lalu. Berbeda dengan yang sebelumnya, kali ini nomor ini dipisahkan dari nomor Boulder dan Lead -- yang lebih lambat.
Tentu saja ini membuat mereka yang memiliki kecepatan memiliki peluang menang. Layaknya olahraga ekstrem, nomor speed ini menyajikan sebuah tontonan layaknya olahraga modern. Semua harus cepat dan memacu adrenalin.
Bagi atlet sendiri menaklukkan tembok miring dengan kecepatan lebih hebat dari Spider-Man tidak mudah. Kecepatan nan ekstrem itu membuat mereka mengabaikan semua kemungkinan cedera. “Jari tangan dan lutut bisa terluka sepanjang waktu,” kata Albert Ok, pelatih dari Amerika Serikat. “Ini sangat mengerikan.”
Memang tidak mudah. Para atlet ini "berlari" di tembok miring setinggi 15 meter dalam waktu yang cepat dapat mengancam lutut serta jari-jari tangan dan kaki yang bisa saja terkilir. Bisa juga ujung jari mereka menjadi terluka saat mendaki rute yang sama berulang kali. “Biasanya jari terbelah,” kata Matt Maddison, pelatih tim AS yang lain.
Latihan yang sangat berat juga harus dijalani para atlet ini. Untuk mendapatkan waktu di kisaran 4 detik, setidaknya mereka menjalani empat jam sehari. Mereka berulang-ulang untuk memanjat dinding dengan rute standar yang sama, dengan segala risiko bagian tubuh yang terluka.
Piper Kelly, atlet 24 tahun asal AS, menyatakan dia telah berlatih di rute ini setidaknya selama sepuluh tahun. Terhitung selama itu, dia meletakkan jari tangan dan kakinya pada tepian kecil yang sama. “Mungkin hampir sudah 30 ribu kali," katanya.
Tak perlu diragukan lagi, dengan kehebatannya mengangkangi para atlet lainnya di Paris, Veddric -- seperti yang dirasakannya, memang sungguh luar biasa. Empat detik waktu yang dilahapnya menunjukkan sebuah upaya keras, panjang, dan kesabaran yang luar biasa. Medali emas Olimpiade kian melengkapi kehebatannya di olahraga panjat tebing ini.
Irfan Budiman
Mantan wartawan dan penulis lepas di sejumlah media.