Pemberian ASI (Air Susu Ibu) merupakan salah satu tahap penting dalam proses pertumbuhan bayi. Peran seorang ibu dalam memberikan ASI berdampak besar terhadap kebutuhan nutrisi sang bayi. Sebab, ASI adalah makanan yang mengandung gizi terlengkap dan kompleks.
Melansir dari jurnal kesehatan, ASI merupakan nutrisi terbaik dan paling tepat untuk bayi. Di dalam ASI terdapat beberapa kandungan penting yang menjadi pondasi kesehatan sang bayi, diantaranya ASI mengandung: Air, protein, Lemak (DHA dan ARA), Karbohidrat, Vitamin, Enzim, Garam dan Mineral, Antibiotik, antivirus.
Pemberian ASI tidak hanya menyediakan nutrisi penting tetapi juga memelihara hubungan emosional dan psikologis yang mendalam antara ibu dan bayinya.
Namun, menyusui bukanlah tugas yang sepenuhnya dibebankan kepada ibu. Sebagai bagian dari perjalanan keluarga, kerja sama antara suami dan istri sangat penting dalam menciptakan pengalaman yang lebih harmonis dan mendukung selama masa menyusui.
Peran suami selama masa istri menyusui memiliki dampak yang sangat signifikan. Dukungan suami, baik fisik maupun psikologis, dapat memberikan bantuan berarti bagi seorang istri dalam menjalani proses menyusui. Pemberian dukungan psikologis bisa dalam bentuk menyemangati sang ibu, memberikan perhatian yang membuat istri merasa nyaman, termasuk membantu menangani pekerjaan-pekerjaan rumah yang selama ini selalu dilakukan oleh istri.
Konsep Menyusui menurut Al Quran
Terkait masalah dukungan fisik atau finansial, Al Quran telah menegaskan bahwa seorang ayah wajib menjamin atau memberikan dukungan finansial dalam persoalan menyusui ini. Pada QS. Al-Baqarah: 233, Allas Swt berfirman:
وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَاۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَاۗ وَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ٢٣٣
Artinya: “Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Dari ayat di atas kita bisa memahami beberapa hal, diantaranya ialah:
- Ibu hendaknya menyusui anaknya
- Ayah bertanggung jawab untuk memberikan dukungan finansial dalam persoalan persusuan anak
- Secara umum, konsep penyusuan dalam Islam ini adalah: anak mendapatkan jaminan penyusuan, ibu mendapatkan jaminan kenyamanan finansial dan ayah bertanggung jawab atas keduanya. Tidak boleh ada rasa terbebani antar ketiganya
- Jka hendak disusukan kepada orang lain, maka ayah wajib memberikan jaminan finansial pada orang lain yang menyusui anaknya tersebut.
Imam Ibnu Katsir (700 H-774 H) dalam kitab tafsirnya memberikan penjelasan persoalan dukungan finansial yang wajib ayah berikan ketika yang menyusui ialah ibunya si anak:
اَيْ: وَعَلَى وَالِدِ الطِّفْلِ نَفَقَةُ الْوَالِدَاتِ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ، أَيْ: بِمَا جَرَتْ بِهِ عَادَةُ أَمْثَالِهِنَّ فِي بَلَدِهِنَّ مِنْ غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا إِقْتَارٍ، بِحَسَبِ قُدْرَتِهِ فِي يَسَارِهِ وَتَوَسُّطِهِ وَإِقْتَارِهِ،
Artinya: “Maksudnya, wajib bagi ayah si anak memberikan nafkah kepada ibu yang menyusui berupa makanan dan sandangan yang baik, dalam arti menyesuaikan kebiasaan sesamanya di negeri tersebut, tanpa berlebihan atau kekurangan, dengan mempertimbangkan apakah latar belakangnya sebagai orang kaya, menengah atau kekurangan”.
Istri Menuntut Upah Menyusui
Dukungan finansial yang ayah berikan dalam persoalan penyusuan anaknya bisa dibedakan dengan kondisi apakah ibu si anak masih berstatus istri atau tidak. Jika masih berstatus istri, maka konsepnya ialah “nafkah” sebagaimana yang telah dijelaskan pada ayat surat Al-Baqarah: 233 di atas.
Sementara bila ibu si anak sudah tidak lagi berstatus sebagai istri, maka konsep dukungan finansialnya ialah “ujrah (upah)”. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam surat At-Talak: 6.
Dalam ayat tersebut Allah memberikan rincian penjelasan mengenai dukungan finansial apa saja yang bisa didapatkan oleh istri yang tertalak. Ketika istri yang tertalak tersebut dalam kondisi menyusui, maka ia mendapatkan:
فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ
Artinya: “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka”.
Dari kedua ayat di atas, ulama fikih menegaskan bahwa pada prinsipnya, seorang ayah wajib memberikan dukungan finansial dalam persoalan persusuan anaknya. Ia wajib memberikan “nafkah” pada ibu yang menyusui jika masih berstatus istri, dan memberikan “upah” jika ibu yang menyusui statusnya bukan istri. Imam Mawardi dalam kitab Al-Hawi Al-Kabir menegaskan:
رَضَاعُ الْوَلَدِ مُسْتَحَقٌّ عَلَى الْأَبِ إِذَا كَانَ بَاقِيًا دُونَ الْأُم
Artinya: “Persoalan hak persusuan anak dibebankan kepada ayah jika ia masih ada, bukan ibunya”. (Al-Mawardi, Al-Hawi Al-Kabir [Beirut: Dar al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2010], j. X, h. 69)
Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa pada dasarnya seorang ayah wajib memberikan jaminan finansial pada persoalan persusuan anaknya. Baik itu dalam bentuk nafkah atau upah. Di sisi lain, bagi seorang ibu yang sedang menyusui, jika ia masih berstatus sebagai istri, maka karena ia sudah mendapatkan hak berupa nafkah, tidak perlu lagi baginya untuk menuntut upah. Artinya, jika semisal seorang ibu yang statusnya masih merupakan istri dari ayah si anak memberikan ultimatum bahwa dia hanya akan bersedia untuk menyusui jika ia mendapatkan upah, maka tuntutan tersebut adalah tuntutan yang dianggap nisbi dalam syariat Islam, karena tanpa upah pun dia sudah mendapatkan nafkah. Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bis shawab