Dark
Light
Dark
Light

Percikan Genangan Air di Jalan Saat Musim Hujan, Najiskah?

Percikan Genangan Air di Jalan Saat Musim Hujan, Najiskah?

Arina.id - Musim hujan menyebabkan banyak tempat tergenang air seperti di jalan maupun di sekitar rumah. Bahkan, selokan dan saluran air lainnya kerap tidak mampu menampung curah air hujan, sehingga air hujan bercampur dengan air kotor dari comberan meluap ke berbagai tempat. 

Sementara tak jarang, saat berjalan kaki atau menggunakan kendaraan, tubuh maupun baju terkena cipratan genangan air di jalan. 

Status kesucian genangan air tersebut tidak jelas, terlebih lagi di jalanan yang terkadang terdapat bangkai tikus atau kotoran hewan yang berserakan. Lalu apakah percikan genangan air di jalan yang berpotensi mengandung najis bisa membuat pakaian menjadi tidak suci? 

Dalam Islam, menjaga kesucian adalah hal utama dalam pelaksanaan sholat sehingga kebersihan tempat, tubuh, dan pakaian menjadi syarat sahnya shalat. Namun, ada beberapa jenis najis yang di-ma’fu (ditolerir) karena sulit dihindari atau dihilangkan. Contohnya ialah debu atau tanah di jalan yang hukumnya ditolerir meskipun diketahui bahwa sebagian tanah tersebut mungkin mengandung najis.

Berkaitan dengan hal ini Imam Al-Qalyubi (wafat 1069 H) menyatakan dalam anotasinya:

وَطِينُ الشَّارِعِ الْمُتَيَقَّنِ نَجَاسَتَهُ يُعْفَى عَنْهُ عَمَّا يَتَعَذَّرُ الِاحْتِرَازُ مِنْهُ غَالِبًا وَيَخْتَلِفُ بِالْوَقْتِ وَمَوْضِعِهِ مِنْ الثَّوْبِ وَالْبَدَنِ، فَيُعْفَى فِي زَمَنِ الشِّتَاءِ عَمَّا لَا يُعْفَى عَنْهُ فِي زَمَنِ الصَّيْفِ، وَيُعْفَى فِي الذَّيْلِ وَالرِّجْلِ عَمَّا لَا يُعْفَى عَنْهُ فِي الْكُمِّ وَالْيَدِ، وَمَا لَا يَتَعَذَّرُ الِاحْتِرَازُ عَنْهُ غَالِبًا لَا يُعْفَى عَنْهُ، وَمَا تُظَنُّ نَجَاسَتُهُ لِغَلَبَتِهَا فِيهِ قَوْلًا الْأَصْلُ، وَالظَّاهِرُ أَظْهَرُهُمَا طَهَارَتُهُ عَمَلًا بِالْأَصْلِ، وَمَا لَمْ يُظَنُّ نَجَاسَتُهُ لَا بَأْسَ بِهِ

Artinya: “Lumpur di jalan yang diyakini mengandung najis dimaafkan jika sulit untuk dihindari dalam kebanyakan keadaan. Hal ini dapat berbeda tergantung waktu dan tempatnya pada pakaian atau tubuh. Misalnya, di musim penghujan najis yang dimaafkan lebih banyak dibandingkan saat musim panas. Demikian pula, najis pada bagian pakaian seperti ujung pakaian atau pada kaki lebih ditolerir dibandingkan najis pada lengan baju atau tangan. Adapun najis yang masih memungkinkan untuk dihindari dalam kebanyakan keadaan hukumnya tidak dimaafkan. Sedangkan, sesuatu yang diduga najis karena umumnya memang najis, maka pendapat dasarnya adalah tetap dihukumi suci selama tidak ada bukti yang jelas. Jika tidak ada dugaan kuat tentang kenajisannya, maka tidak masalah.” (Ahmad Salamah Al-Qalyubi dan Ahmad Al-Barlasi Umairah, Hasyiyata Qalyubi Wa Umairah [Beirut: Dar Al-Fikr], vol. 1, h. 209)

Oleh karena itu, dalam tinjauan fikih masalah ini masuk dalam kategori umul balwa atau suatu keadaan yang secara umum sulit untuk dihindari. Sehingga tatkala memasuki kondisi musim hujan, pakaian seseorang yang terkena percikan genangan air hujan, boleh digunakan untuk sholat.

Ketetapan ini sejalan dengan pendapat Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi (wafat 1302 H) dalam kitabnya:

قَوْلُهُ: وَأَفْتَى شَيْخُنَا إِلَخْ. عِبَارَةُ الْفَتَاوِيْ: سُئِلَ عَنِ الشَّارِعِ الَّذِيْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ طِيْنٌ وَفِيْهِ سَرْجِيْنٌ وَعَذِرَةُ الْآدَمِيِّيْنَ وَزِبْلُ الْكِلَابِ، هَلْ يُعْفَى إِذَا حَصَلَ الْمَطَرُ عَمَّا يُصِيْبُ الثَّوْبَ وَالرِّجْلَ مِنْهُ؟ فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ: يُعْفَى عَمَّا ذُكِرَ فِي الشَّارِعِ مِمَّا يَتَعَسَّرُ الْاِحْتِرَازُ عَنْهُ لِكَوْنِهِ عَمَّ جَمِيْعَ الطَّرِيْقِ. وَلَمْ يُنْسَبْ صَاحِبُهُ إِلَى سَقْطَةٍ وَلَا إِلَى كَبْوَةٍ وَقِلَّةِ تَحَفُظٍ

Artinya: “Perkataan: Guru kami (Syekh Ibn Hajar Al-Haitami) berfatwa, dan seterusnya. Mengutip teks dalam kitab Fatawa: Imam Ibn Hajar pernah ditanya mengenai masalah jalan yang sebelumnya tidak berlumpur, namun terdapat kotoran ternak, tinja manusia, dan kotoran anjing. Apakah najis tersebut ditolelir jika terkena pakaian atau kaki akibat hujan? Beliau lantas menjawab: Percikan air tersebut tergolong najis yang ditolelir, selama sulit untuk menghindarinya karena najis itu telah menyebar di seluruh jalan. Dan orang yang terkena najis tersebut tidak dikatakan melakukan kesalahan, kelalaian, atau kurang berhati-hati.” (Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, Hasyiyah I’anah At-Thalibin [Beirut: Dar Al-Fikr], vol. 1, h. 124)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa status genangan air atau lumpur di jalan tatkala musim hujan tetap dianggap suci selama tidak ada bukti jelas yang menunjukkan ketidakmurniannya, seperti adanya kotoran hewan atau selama tidak ada keyakinan bahwa air atau lumpur tersebut najis. Sementara itu, percikan air atau lumpur yang mengenai tubuh atau pakaian dihukumi sebagai najis yang di-ma’fu (ditolerir), asalkan percikan tersebut sulit dihindari dan tidak terjadi akibat kelalaian. Wallahu a’lam bis shawab.

Home 2 Banner

Syariah Lainnya

Home 1 Banner