Dark
Light
Dark
Light

Kalah Pilkada, Apakah Timses Harus Kembalikan Upah yang Diterima?

Kalah Pilkada, Apakah Timses Harus Kembalikan Upah yang Diterima?

Arina.id - Pilkada serentak telah selesai dilaksanakan pada Rabu (27/11/2024) kemarin. Hasil hitung cepat (quick count) dan juga exit poll (survey pemilih di TPS setelah selesai memilih paslon) telah menunjukkan nama-nama yang sementara unggul. Mereka berhasil mengeliminasi paslon lain dan bahkan beberapa sudah menggelar pers conference untuk mendeklarasikan kemenangannya.

Kemenangan dan kekalahan dalam Pilkada tak lepas dari jasa juru kampanye (Jurkam), konsultan politik, atau Timses (tim sukses). Bagi pemenang kontestasi pilkada, nominal uang yang dikeluarkan untuk Timses bukanlah menjadi masalah yang serius.

Namun, hal ini akan sangat berbeda bagi yang kalah. Ada kemungkinan timses, khususnya di tingkat akar rumput ditekan untuk mengembalikan uang yang telah dibagikan. Baik itu berupa upah kampanye atau uang yang digunakan untuk praktik money politic, seperti yang terjadi di beberapa kasus kontestasi pemilu legislatif yang lalu.

Pada dasarnya, menyewa jasa jurkam atau konsultan politik adalah boleh dan sah. Pada umumnya, cara kerja juru kampanye adalah mempromosikan sosok kontestan pilkada. Mereka juga memasang alat peraga kampanye, menyebarkan brosur visi-misi kontestan, atau mengajak orang untuk memilih kontestan tersebut dalam kontestasi pilkada. Ada juga yang menyewa jasa selebgram untuk mengendors di sosial medianya.

Jurkam atau timses berhak untuk menerima upah yang telah disepakati dengan kontestan pilkada. Jurkam dan timses pada kenyatannya sudah melakukan tindakan layanan jasa yang sudah disepakati dengan kontestan pilkada. Meskipun pada ujungnya tidak berhasil dan tidak memenangkan kontestasi pilkada itu sendiri.

Hal ini sama persis dengan kasus layanan jasa seorang dokter profesional yang sangat jarang salah dalam mediagnosa penyakit dan obatnya untuk kesembuhan pasiennya. Sebagaimana catatan Syekh Ibnu Hajar al-Haitami berikut:

لَوْ شُرِطَتْ لَهُ أُجْرَةٌ وَأُعْطِيَ ثَمَنَ الْأَدْوِيَةِ فَعَالَجَهُ بِهَا فَلَمْ يَبْرَأْ اسْتَحَقَّ الْمُسَمَّى إنْ صَحَّتْ الْإِجَارَةُ وَإِلَّا فَأُجْرَةُ الْمِثْلِ. وَلَيْسَ لِلْعَلِيلِ الرُّجُوعُ عَلَيْهِ بِشَيْءٍ؛ لِأَنَّ الْمُسْتَأْجَرَ عَلَيْهِ الْمُعَالَجَةُ لَا ‌الشِّفَاءُ بَلْ إنْ شُرِطَ بَطَلَتْ الْإِجَارَةُ؛ لِأَنَّهُ بِيَدِ اللَّهِ لَا غَيْرَ . نَعَمْ إنْ جَاعَلَهُ عَلَيْهِ صَحَّ وَلَمْ يَسْتَحِقَّ الْمُسَمَّى إلَّا بَعْدَ وُجُودِهِ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ

Artinya: "Jika dia (dokter profesional) diberi upah dan biaya pengobatan yang telah ditentukan, kemudian dia mengobati pasiennya dan tidak sembuh, maka dia berhak mendapat upah yang telah disepakati jika ijarahnya sah, jika tidak sah (seperti hanya diagnosa dengan ucapan-menurut ulama klasik) maka dia berhak upah minimum regional. "

Untuk pasien yang belum sembuh tidak boleh meminta kembali upah yang telah diberikan. Karena layanan jasa yang digunakan adalah pengobatan, bukan penyembuhan. Bahkan jika disyaratkan adanya kesembuhan, maka ijarahnya batal karena kesembuhan hanya ada di kehendak Allah.

Namun, jika menggunakan akad Ju’alah yakni menjadikan kesembuhan sebagai sayembara maka akadnya sah dan dokter tersebut tidak bisa memiliki upah yang disepakati kecuali jika sudah benar-benar sembuh sebagaimana pada lazimnya sayembara. (Ahmad bin Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Mesir: Maktabah Tijariyah Kubra,1983], juz 6, hal. 163.).

Catatan al-Haitami memberikan gambaran jelas jika diarahkan kepada kasus jurkam atau timses kontestan pilkada, maka mereka tidak harus mengembalikan upah yang telah diterima dari kontestan yang menggunakan layanan jasa kampanye, meskipun kalah dalam kontestasi pilkada.

Hal ini disebabkan karena yang mereka jual adalah layanan jasa kampanye atau pemenangan, bukan kemenangan kontestasi pilkada. Kemenangan merupakan suatu hal yang tidak bisa dipastikan adanya karena kemenangan pilkada adalah takdir yang ditentukan oleh Allah. 

Berbeda ketika akad yang dilakukan antara jurkam dan timses dengan kontestan politik adalah ju’alah atau akad sayembara yang mensyaratkan kemenangan, maka kemenangan menjadi syarat mutlak bagi jurkam atau timses untuk mendapatkan upah dari kontestan pilkada. Jika dia tidak bisa memenangkannya, maka dia tidak berhak untuk diberi upah seperti dalam sayembara. Wallahu a’lam bis shawab.

Home 2 Banner

Syariah Lainnya

Home 1 Banner