Arina.id - Kematian merupakan sebuah kepastian yang akan dihadapi oleh setiap manusia. Namun dalam Islam terdapat beberapa kematian yang memiliki keistimewaan dan kemuliaan yang tinggi yaitu mati syahid.
Salah satu kematian yang termasuk mati syahid adalah mati dalam keadaan menyembunyikan perasaan cintanya kepada seseorang. Hal ini memang benar, karena memang ada sebuah hadits yang menjelaskan bahwa seseorang yang meninggal akibat jatuh cinta tergolong mati syahid.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مَوْقُوفًا، وَمَرْفُوعًا مَنْ عَشِقَ فَعَفَّ فَكَتَمَ فَمَاتَ مَاتَ شَهِيدًا
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, berupa hadis mauquf (perkataan sahabat) maupun marfu’ (disandarkan kepada Nabi Saw): "Barang siapa jatuh cinta, lalu ia menjaga kehormatannya, menyembunyikan perasaannya, dan kemudian meninggal, maka ia meninggal sebagai syahid.” (Al-Bidayah wannihayah, juz 14 halaman 71)
Kendatipun demikian, Syaikh Abu Bakar Syatha Ad Dimyati dalam kitabnya I’anah Thalibin, Juz 2, halaman 108 menjelaskan bahwa tidak semua orang yang meninggal dunia karena cinta tergolong mati syahid. Ada beberapa syarat seseorang yang meninggal dunia karena cinta tergolong mati syahid.
Penjelasan lengkapnya sebagai berikut:
وَالْمَيِّتُ عِشْقًا، وَلَوْ لِمَنْ لَمْ يُبَحْ وَطْؤُهُ كَأَمْرَدَ، بِشَرْطِ الْعِفَّةِ حَتَّى عَنِ النَّظَرِ، بِحَيْثُ لَوِ اخْتَلَى بِمَحْبُوبِهِ لَمْ يَتَجَاوَزِ الشَّرْعَ، وَبِشَرْطِ الْكِتْمَانِ عَنْ مَعْشُوقِهِ
Artinya: “(Salah satu orang yang syahid akhirat yaitu) orang yang meninggal karena rindu, walau rindunya terhadap orang yang bagi dia tidak boleh untuk dijima, seperti Amrad (pria cantik), akan tetapi (rindunya) dengan syarat menjaga diri dari hal yang tidak baik, bahkan sampai memandangnya. Sekiranya mereka (kebetulan) sedang berdua, mereka tidak melanggar syariat, dan disyaratkan (lagi) menyembunyikan perasaan rindunya terhadap orang lain, bahkan termasuk orang yang dirindukannya.”
Dengan demikian seorang yang meninggal dunia karena cinta dapat tergolong mati syahid ketika memenuhi syarat berikut:
- Menjaga Kesucian Diri. Meski merasa rindu, ia tetap menjaga diri dari hal-hal yang dilarang, seperti tidak menyentuh atau memandang dengan tanpa adanya hajat yang diperbolehkan syariat.
- Tidak Melanggar Syariat Saat Berduaan. Jika kebetulan mereka berada di tempat yang sama, mereka tidak melakukan hal-hal yang melanggar aturan agama, seperti berdua-duaan tanpa disertai mahram atau berbicara yang tidak perlu.
- Menyimpan Perasaan. Ia juga harus menjaga agar perasaan rindunya ini tidak diketahui oleh orang lain dan juga orang yang dirindukan.
Selaras dengan keterangan ini, Ibnu katsir dalam kitabnya al-Bidayah wannihayah juga menulis bahwa status mati syahid karena cinta hanya diberikan kepada seseorang yang diuji dengan cinta, lalu mampu bersabar, menjaga kehormatan dari maksiat, dan tidak mengumbar perasaannya. Jika ia meninggal karena ujian tersebut, maka ia berhak mendapatkan pahala besar, bahkan setara dengan mati syahid.
وَمَعْنَى هَذَا أَنَّ مَنِ ابْتُلِيَ بِالْعِشْقِ مِنْ غَيْرِ اخْتِيَارٍ مِنْهُ فَصَبَرَ وَعَفَّ عَنِ الْفَاحِشَةِ وَلَمْ يُفْشِ ذَلِكَ فَمَاتَ بِسَبَبِ ذَلِكَ، حَصَلَ لَهُ أَجْرٌ كَبِيرٌ، فَإِنْ صَحَّ هَذَا كَانَ ذَلِكَ لَهُ نَوْعُ شَهَادَةٍ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Artinya: "Makna hadis (mati syahid karen cinta) adalah bahwa seseorang yang diuji dengan rasa cinta tanpa keinginannya sendiri, kemudian ia bersabar, menjaga kehormatan dari perbuatan maksiat, tidak menyebarkan perasaannya, dan meninggal dunia karena itu, maka ia akan mendapatkan pahala yang besar. Jika hal ini benar, maka pahala itu semisal dengan salah satu bentuk syahadah (kesyahidan). Allah Maha Mengetahui.” (Al-Bidayah wannihayah, juz 14 halaman 71)
Perlu diingat bahwa seorang yang tergolong mati syahid karena cinta ini tergolong syahid akhirat. Dalam artian ia tetap diperlakukan seperti mayit-mayit biasa seperti dimandikan, disholati, dan seterusnya. Sebagaimana penjelasan Imam Nawawi berikut:
شَهِيدٌ فِي حُكْمِ الدُّنْيَا، وَهُوَ تَرْكُ الْغُسْلِ وَالصَّلَاةِ، وَفِي حُكْمِ الْآخِرَةِ بِمَعْنَى أَنَّ لَهُ ثَوَابًا خَاصًّا، وَهُمْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Artinya: “Syahid fi hukm al-dunya yakni mereka tidak dimandikan dan tidak disholati. Sedangkan syahid fi hukm al-akhirah artinya ia berhak atas pakaian istimewa. Mereka (syuhada’) pun hidup di sisi Tuhan nan diberi rezeki oleh Tuhan.” (Al Majmu’ Syarh Muhadzdzab, juz 5 halaman 264)
Bagi yang sedang menyimpan rasa cinta tapi belum mampu menikah, dalil ini bisa dimbil pelajaran bahwa menjaga diri adalah pilihan terbaik. Islam memuliakan mereka yang mampu menahan diri dari pandangan, sentuhan, dan perbuatan yang melanggar syariat, meskipun cinta itu begitu menggebu. Allah tidak pernah menyia-nyiakan pengorbanan hamba-Nya. Bahkan, perjuangan menjaga kehormatan bisa mendatangkan pahala besar, seperti derajat syahid bagi yang benar-benar istiqamah.
Untuk yang belum punya pasangan atau para jomblo, jadikan masa ini sebagai kesempatan memperbaiki diri, mempertebal iman, dan mempersiapkan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Ingatlah, cinta yang dijaga dengan kesabaran akan mendatangkan berkah yang luar biasa.
Bukankah lebih indah menunggu dengan sabar demi cinta yang diridhai Allah daripada terburu-buru dan menyesal di kemudian hari? Jadi, tetaplah tegar, karena Allah sedang menyiapkan yang terbaik untukmu. Semoga bemanfaat. Wallahu a’lam bis shawab.
Ahmad Yaafi Kholilurrohman
Penikmat Insight Keislaman, Alumni Ma'had Aly Situbondo, Jawa Timur