Arina.id - Dalam Islam, masa iddah adalah masa tunggu bagi seorang perempuan yang ditinggal wafat oleh suaminya. Masa iddah berlangsung selama empat bulan sepuluh hari. Masa ini diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 234:
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَٰجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.
Iddah memiliki banyak hikmah, seperti memberi kesempatan bagi perempuan untuk berkabung dan menghormati memori suaminya yang telah wafat. Masa iddah juga merupakan waktu bagi perempuan untuk menjaga diri dari hal-hal yang dilarang dan mematuhi beberapa aturan khusus, termasuk dalam hal bepergian atau terlibat dalam kegiatan sosial.
Mengiring Jenazah dalam Masa Iddah
Masa iddah dimulai bagi seorang perempuan yang ditinggal wafat suaminya sejak sang suami tersebut wafat. Sejak itulah ia tidak diperkenankan keluar kecuali untuk kebutuhan darurat yang sangat mendesak. Salah satu hal yang kerap menjadi pertanyaan adalah apakah seorang perempuan yang berada dalam masa iddah boleh mengiring jenazah suaminya.
Para ulama sepakat berpendapat bahwa perempuan yang dalam masa iddah tidak diperbolehkan keluar dari rumah kecuali dalam keadaan darurat. Oleh karena itu, mereka tidak diperbolehkan untuk mengiring jenazah suami sampai ke pemakaman.
Alasan utama dari larangan ini adalah karena mengiring jenazah biasanya memerlukan perempuan untuk meninggalkan rumah, yang secara umum dilarang bagi perempuan dalam masa iddah.
Perempuan dalam masa iddah hanya boleh keluar rumah jika ada kondisi mendesak atau urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Mengiring jenazah suami tidak termasuk dalam hal-hal mendesak yang mengharuskan perempuan keluar rumah, sehingga tetap disarankan untuk berada di rumah dan melakukan doa serta zikir untuk almarhum.
Dalam kitab Hasyiyah Bujairami ‘ala al-Khathib, juz IV, halaman 61 disebutkan:
تنبيه: اقتصر المصنف على الحاجة إعلاما بجوازه للضرورة من باب أولى كأن خافت على نفسها تلفا أو فاحشة أو خافت على مالها أو ولدها من هدم أو غرق. فيجوز لها الانتقال للضرورة الداعية إلى ذلك، وعلم من كلامه كغيره تحريم خروجها لغير حاجة وهو كذلك كخروجها لزيارة وعيادة وإستمناء مال تجارة ونحو ذلك
----
(قوله ونحو ذلك) اي كخروجها لجنازة زوجها أو أبيها مثلا فلا يجوز.
Artinya: “Tujuan Pengarang kitab membatasi bolehnya keluar bagi wanita yang sedang menjalani masa iddah bila ada hajat (kepentingan, seperti bekerja mencukupi kebutuhannya) itu sekaligus memberi pengertian juga diperbolehkan baginya keluar dalam keadaan darurat seperti dia khawatir akan keselamatannya, kehormatannya, harta bendanya, khawatir akan keselamatan anaknya, maka diperbolehkan baginya keluar rumah sebab adanya darurat tersebut, ini berarti bila tidak unsur di atas tidak boleh (haram) baginya keluar rumah tanpa ada keperluan seperti seperti di atas semisal keluar untuk ziarah, menengok orang sakit, menjalankan usahanya agar hartanya bertambah dan lain sebagainya.
Keterangan (dan lain sebagainya) seperti keluarnya untuk menjenguk jenazah suaminya, ayahnya, maka keluarnya tidak boleh”.
Penghormatan Terakhir
Jika perempuan dalam masa iddah yang notabenenya adalah istri dari almarhum berniat untuk memberikan penghormatan terakhir pada suaminya, maka bisa dilakukan dengan cara mengantar jenazah sampai ke pintu rumah atau batas tertentu tanpa ikut serta ke area pemakaman. Dengan demikian bisa diselaraskan antara keinginan untuk menghormati suaminya dan memberikan penghormatan terakhir, namun dengan tetap mematuhi aturan dalam masa iddah.
Hukum demikian tentu tidak berlaku jika sedang berada dalam kondisi darurat, seperti tidak ada orang lain yang bisa mengurus pemakaman secara islami. Dalam situasi seperti ini, diizinkan bagi perempuan untuk keluar demi memenuhi hak jenazah suami, namun tetap kembali ke rumah setelah proses pemakaman selesai.
Bisa kita simpulkan bahwa secara umum, perempuan dalam masa iddah disarankan untuk tetap berada di rumah dan tidak mengiring jenazah suami sampai ke pemakaman, kecuali dalam keadaan mendesak atau jika ada alasan kuat yang mengharuskannya. Para ulama lebih menyarankan perempuan untuk mengirimkan doa, membaca Al-Qur’an, atau berzikir di rumah sebagai penghormatan dan doa bagi suami yang telah wafat.
Islam memberikan aturan ini bukan untuk membatasi hak-hak perempuan, tetapi sebagai bentuk penghormatan dalam menjaga masa iddah dan menghormati kesucian hubungan pernikahan. Jika dalam kondisi tertentu perempuan merasa perlu hadir di pemakaman, sebaiknya dia berkonsultasi dengan ulama setempat agar mendapatkan bimbingan yang sesuai dengan syariat Islam. Wallahu a’lam bis shawab.