Di era saat ini, berbagai profesi pekerjaan sudah banyak diisi oleh wanita. Mulai dari sektor pendidikan sebagai pendidik dan pengelola lembaga pendidikan, sektor industri sebagai karyawan dan bahkan jajaran manager serta direksi, sampai sektor politik dan pejabat publik seperti kursi kementerian yang sudah mulai dipimpin oleh wanita.
Tidak dapat dipungkiri bahwa wanita bisa melakukan peran ganda dalam kehidupannya. Selain sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga sekaligus istri bagi suaminya, wanita bisa menjadi tenaga profesional di luar rumah dengan menempati berbagai posisi dan profesi.
Lantas, bagaimana Islam memandang wanita yang sudah bersuami bekerja pada berbagai profesi atau yang lebih sering disebut sebagai wanita karier?
Pada dasarnya, tanggung jawab untuk menafkahi seorang istri dibebankan kepada suaminya sendiri. Dalam artian seorang istri tidak perlu untuk mencari penghasilan pribadi karena sudah ditanggung oleh suaminya. Akan tetapi ketika suaminya tidak mampu untuk memberikan nafkah, maka istri boleh keluar rumah untuk bekerja sebagaimana catatan al-Anshari berikut:
وَلَهَا خُرُوجٌ مِنهَا لِتَحْصِيلِ نَفَقَةٍ: مَثَلًا بِكَسْبٍ أَوْ سُؤَالٍ ، وَلَيْسَ لَهُ مَنْعُهَا مِنْ ذَلِكَ لِانْتِفَاءِ الْإِنْفَاقِ الْمُقَابِلِ لِحَبْسِهَا ( وَعَلَيْهَا رُجُوعٌ ) إلَى مَسْكَنِهَا ( لَيْلًا ) ؛ لِأَنَّهُ وَقْتُ الدَّعَةِ ، وَلَيْسَ لَهَا مَنْعُهُ مِنْ التَّمَتُّعِ.
Artinya: "Istri (yang tidak dinafkahi suaminya) boleh keluar rumah untuk mencari nafkah, entah dengan bekerja atau meminta sedekah, dan suami tidak boleh melarangnya karena dia tidak mampu menafkahinya sehingga dia tidak boleh mengekang istrinya untuk bekerja. Isti wajib kembali pulang pada malam hari karena itu adalah waktu istirahat dan dia tidak boleh melarang suaminya untuk berhubungan seks." (Zakariya al-Anshari, Fathul Wahab Hamsy Hasyiyah Jalam ala Syarhil Manhaj, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 2013], juz 7, hal. 330.).
Bahkan dalam kondisi seperti ini, seorang istri tersebut boleh untuk bekerja sampai larut malam bahkan menginap di tempat kerja jika memang itu merupakan tututan profesinya sebagaimana komentar al-Jamal terhadap teks al-Anshari berikut ini:
وَيُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّهُ لَوْ تَوَقَّفَ تَحْصِيلُهَا عَلَى مَبِيتِهَا فِي غَيْرِ مَنْزِلِهِ كَانَ لَهَا ذَلِكَ.
Artinya: "Terkait kebolehan bekerja di luar rumah bagi istri yang tidak dinafkahi suaminya, jika saja pekerjaan tersebut mengharuskan untuk menginap di luar rumah maka boleh dilakukan." (Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah Jamal ala Syarhil Manhaj, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 2013], juz 7, hal. 330.).
Teks ini memang secara eksplisit memberikan keputusan hukum boleh bekerja bagi istri yang tidak dinafkahi oleh suaminya. Namun secara implisit, teks ini dan juga uraian para pakar fiqih Syafi’iyah yang lain, menunjukkan kebolehan seorang istri untuk turut berprofesi sebagaimana suaminya, meskipun suaminya masih mampu untuk menafkahi.
Catatan yang sering kali ditekankan oleh para pakar fiqih Syafi’iyah terkait fenomena istri keluar rumah adalah aman dari fitnah dan mendapat izin suami. Jika memang pekerjaan yang digeluti istri bisa menjamin keamanan dan kehormatannya, dan suami mengizinkan, maka tidak ada penghalang untuk diperbolehkan.
Termasuk kebolehan istri untuk mengambil jam lembur hingga malam hari diperbolehkan dengan memandang dua catatan yakni keamanan dan izin suaminya.
Sebagaimana catatan dalam Ensiklopedi Fiqih Kuwait beirkut:
فَالإِسْلَامُ لَا يَمْنَعُ المرْأَةَ مِنْ العَمَلِ فَلَهَا أَنْ تَبِيْعَ وتَشْتَرِيَ ، وأَنْ تَوَكَّلَ غَيْرَهَا ، وَيُوَكِّلُهَا غَيْرُهَا ، وَأَنْ تُتَاجِرَ بِمَالِهَا ، وَلَيْسَ لِأَحَدٍ مَنْعُهَا مِنْ ذَلِكَ مَا دَامَتْ مُرَاعِيَّةً أَحْكَامَ الشَّرْعِ وَآَدَابِهِ. أَنَّ لِلْمِرْأَةِ الحَقُّ فِي العَمَلِ بِشَرْطِ إِذْنِ الزَّوْجِ لِلخُرُوْجِ ، إِنْ اسْتَدْعَى عَمَلُهَا الخُرُوْجَ وكَانَتْ ذَاتَ زَوْجٍ ، وَيَسْقُطُ حَقُّهُ فِي الإِذْنِ إِذَا امْتَنَعَ عَنْ الإِنْفَاقِ عَلَيْهَا
Artinya: "Islam tidak melarang wanita untuk bekerja, dia boleh bertransaksi, boleh mewakilkan atau atau mewakili, bahkan boleh berbisnis dengan uangnya. Tidak ada yang berhak melarangnya untuk bekerja selagi dia masih menjaga hukum syariah dan etikanya. Wanita mempunyai hak untuk bekerja dengan syarat mendapat izin suaminya jika dia sudah menikah, dan jika pekerjaannya menuntuk untuk dilakukan di luar rumah, hak izin suami berlaku jika dia tidak bersedia menafkahi istrinya." (Kementerian Wakaf dan Keislaman Kuwait, Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, juz 7, hal. 82.).
Dalam pandangan penulis, jaminan keamanan ini bisa diwujudkan jika lokasi kerja istri tersebut berada di tempat yang ramai yang transparan dan bisa dilihat oleh pekerja yang lain. Sungguh sangat berpotensi timbulnya fitnah jika seorang istri bekerja sebagai sekretaris pribadi yang bekerja satu ruangan dengan atasannya.
Al-Sya’rawi mencatat hukum wanita menjadi sekretaris pribadi sebagai berikut:
عَمَلُ الْمَرْأَةِ مَعَ اَجْنَبِيٍّ عَنْهَا اِذَا كَانَ لَا يُمْكِنُ التَّحَرُّزُ مِنْ الخَلْوَةِ بَيْنَهُمَا حَرَامٌ, وَاجْتِمَاعُ المرْأَةِ مَعَ الرَّجُلِ فِيْ مَكَانٍ مُغَلَّقٍ يُعْتَبَرُ خَلْوَةً دُوْنَ اَيِّ اعْتِبَارٍ لِعَمَلٍ اَوْ لِغَيْرِهِ. وَمِنْ الاَفْضَلِ لِلْمَرْأَةِ اِذَا كَانَ لَا بُدَّ لَهَا مِنْ العَمَل ِأَنْ تَبْحَثَ عَنْ مَوْقِعِ عَمَلٍ مُنَاسِبٍ يُفِيْدُ الْمُجْتَمَعَ ولَا تَجْتَمِعُ فِيْهِ مَعَ الرِّجَالِ
Artinya: "Profesi wanita yang tidak bisa menjaga dari berkhalwat dengan pria lain maka hukumnya haram. Pria dan wanita berada dalam satu ruangan terkunci sudah termasuk dalam perbuatan khalwat tanpa memandang untuk urusan pekerjaan atau yang lain. Hal yang terbaik bagi wanita yang ingin bekerja adalah mencari pekerjaan yang sekiranya tidak terjadi khalwat antara lawan jenis dalam satu ruangan, dan tidak bekerja di ruangan yang hanya diisi oleh pria sedangkan dia wanita sendiri." (Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, Fiqhul Mar’ah al-Muslimah, [Kairo: Maktabah al-Taufiqiyah, tt], hal. 257.).
Oleh karena itu sebisa mungkin bagi wanita yang terpaksa menjadi sekretaris pribadi yang bekerja satu ruangan dengan atasannya untuk membiarkan pintu ruangan selalu terbuka atau bisa dengan memasang CCTV dalam ruangan agar tidak leluasa untuk melakukan kemaksiatan.
Al-Hasil, seorang istri boleh saja menjadi wanita karier, bahkan melakukan lembur hingga malam hari dalam pekerjaannya dengan syarat mendapatkan izin dari suaminya. Selain itu pekerjaan yang dia lakukan juga harus terjamin keamanannya dari fitnah. Wallahu a'lam bis shawab.