Arina.id - Hari Jumat merupakan hari istimewa yang memiliki banyak keutamaan. Terdapat sejumlah amalan yang disunahkan pada hari itu yang salah satunya adalah mandi bagi mereka yang akan melaksanakan sholat Jumat.
Kesunahan mandi ini berdasarkan pada sabda Nabi SAW:
مَنْ أَتَى الْجُمُعَةَ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ النِّسَاءِ فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ لَمْ يَأْتِهَا فَلَيْسَ عَلَيْهِ غُسْلٌ
Artinya: “Barangsiapa dari laki-laki dan perempuan yang menghendaki sholat Jumat, maka mandilah. Barangsiapa yang tidak berniat menghadiri Jumat, maka tidak ada anjuran mandi baginya.” (HR Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban)
Berdasarkan hadits ini, para ulama kemudian merumuskan bahwa mandi Jumat disunahkan bagi siapa saja yang hendak melaksanakan sholat Jumat meskipun kewajiban Jumat tidak berlaku untuknya. Dengan demikian, kesunahan mandi ini tidak hanya berlaku bagi laki-laki yang diwajibkan menjalankan sholat Jumat melainkan juga bagi anak-anak, perempuan, dan musafir yang berniat menghadiri sholat Jumat kendati mereka tidak wajib melaksanakannya.
Meski begitu, tidak banyak yang mengetahui perihal kapan batas dimulai dan berakhirnya waktu kesunahan mandi Jumat. Lalu, kapan sebenarnya batas waktu disunahkannya mandi Jumat?
Berdasarkan sejumlah keterangan dalam kitab-kitab fiqih, waktu pelaksanaan mandi Jumat dimulai sejak terbitnya fajar shadiq pada hari Jumat hingga saat seseorang tidak lagi memiliki kesempatan untuk mengikuti shalat Jumat.
Penjelasan ini selaras dengan keterangan yang disampaikan oleh Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi (wafat 1302 H) dalam anotasinya:
قَوْلُهُ: بَعْدَ طُلُوْعِ فَجْرٍ، الظَّرْفُ مُتَعَلِّقٌ بِغُسْلٍ وَهُوَ بَيَانٌ لِوَقْتِ الْغُسْلِ. أَيْ وَقْتِ الْغُسْلِ كَائِنٍ بَعْدَ طُلُوْعِ فَجْرٍ أَيْ صَادِقٍ فَلَا يُجْزِئُ قَبْلَهُ لِأَنَّ الْأَخْبَارَ عَلَّقَتْهُ بِالْيَوْمِ، كَقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ ثُمَّ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْأُوْلَى. الْحَدِيْثَ. وَقِيْلَ وَقْتُهُ مِنْ نِصْفِ الْلَيْلِ كَالْعِيْدِ وَالْفَرْقُ ظَاهِرٌ لِبَقَاءِ أَثَرِهِ إِلَى صَلَاةِ الْعِيْدِ لِقُرْبِ الزَّمَانِ وَلَا كَذَلِكَ الْجُمْعَةُ. وَيَخْرُجُ الْوَقْتُ الْمَذْكُوْرُ بِالْيَأْسِ مِنْ فِعْلِهَا، وَيَحْصُلُ بِالْفَرَاغِ مِنَ الصَّلَاةِ لَا قَبْلَهُ لِاحْتِمَالِ نِسْيَانِ الْإِمَامِ رُكْنًا مِنْهَا فَيَتَدَارَكُهُ فَيُدْرِكُ مَعَهُ الْجُمْعَةَ بِإِدْرَاكِ رَكْعَةٍ مِنْهَا
Artinya: “Perkataan setelah terbitnya fajar merupakan bentuk dzharaf yang menunjukkan bahwa keterangan waktu berkaitan dengan mandi, maksudnya ialah mengenai waktu pelaksanaan mandi tersebut. Artinya, waktu mandi dimulai setelah terbitnya fajar shadiq sehingga mandi yang dilakukan sebelum waktu ini tidak sah karena berbagai hadits mengaitkannya dengan hari Jumat seperti halnya dalam sabda Nabi SAW: Barang siapa mandi pada hari Jumat, kemudian berangkat di jam pertama... (hadits). Sebagian ulama berpendapat bahwa waktu mandi Jumat dimulai sejak tengah malam, seperti mandi pada hari raya. Namun, terdapat perbedaan yang cukup kontras sebab efek mandi hari raya tetap terasa hingga waktu sholat hari raya mengingat jaraknya yang dekat, sedangkan untuk Jumat tidak demikian. Waktu pelaksanaan mandi berakhir ketika tidak ada lagi harapan untuk melaksanakan sholat Jumat, yaitu setelah selesainya sholat bukan sebelumnya. Hal ini sebab ada kemungkinan imam lupa melaksanakan salah satu rukun sholat Jumat, sehingga dapat diperbaiki, dan dengan begitu seseorang masih bisa mendapatkan sholat Jumat jika sempat melaksanakan satu rakaat darinya.” (Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, Hasyiyah I’anah At-Thalibin [Beirut: Dar Al-Fikr], vol. 2, h. 84)
Sementara itu, menurut pandangan Syekh Nawawi bin Umar Al-Bantani (wafat 1316 H), waktu disunahkannya mandi Jumat berlangsung sejak terbitnya fajar shadiq atau masuknya waktu Shubuh hingga khatib naik ke atas mimbar. Meski demikian, waktu yang lebih utama untuk melaksanakan mandi adalah sesaat sebelum berangkat ke Masjid. Hal ini karena lebih sesuai dengan tujuan mandi tersebut, yaitu untuk menghilangkan bau yang tidak sedap:
وَأَمَّا آدَابُ الْجُمُعَةِ فَكَثِيرَةٌ، مِنْهَا أَنَّهُ (سُنَّ لِمُرِيْدِهَا) أَيْ لِمَنْ أَرَادَ حُضُوْرَ الْجُمُعَةِ (غُسْلٌ)، وَإِنْ لَمْ تَجِبْ عَلَيْهِ، بَلْ وَإِنْ حَرُمَ عَلَيْهِ الْحُضُوْرُ كَامْرَأَةٍ بِغَيْرِ إِذْنِ حَلِيْلِهَا عَلَى الْمُعْتَمَدِ، وَوَقْتُهُ (بَعْدَ فَجْرٍ) أَيْ مِنْ طُلُوْعِ الْفَجْرِ الصَّادِقِ إِلَى صُعُوْدِ الْخَطِيْبِ عَلَى الْمِنْبَرِ أَوْ إِلَى فِرَاغِ الصَّلَاةِ، وَتَقْرِيْبُهُ مِنْ ذَهَابِهِ إِلَى الْجُمُعَةِ أَفْضَلُ، لِأَنَّهُ أَفْضَى إِلَى الْمَقْصُودِ مِنِ انْتِفَاءِ الرَّوَائِحِ الْكَرِيْهَةِ
Artinya: “Adab-adab Jumat itu sangat banyak, di antaranya adalah disunahkan bagi orang yang bermaksud hadir sholat Jumat untuk mandi kendati tidak wajib baginya, bahkan meski ia diharamkan untuk hadir, seperti seorang wanita yang tidak mendapat izin dari suaminya menurut pendapat yang lebih kuat. Waktu pelaksanaannya adalah setelah Fajar, yaitu dari terbitnya fajar shadiq hingga khatib naik ke atas mimbar atau sampai pelaksanaan sholat Jumat selesai. Mandi menjelang berangkat menuju masjid untuk sholat Jumat lebih utama, sebab hal itu lebih mendekatkan terhadap tujuan inti yaitu menghilangkan bau-bau yang tidak sedap.” (Muhammad bin Umar Nawawi Al-Jawi Al-Bantani, Nihayah Az-Zain Fi Irsyad Al-Mubtadiin [Beirut: Dar Al-Fikr], vol. 1, h. 142)
Tata Cara dan Niat Mandi Jumat
Secara lebih rinci, tata cara mandi Jumat adalah sebagai berikut:
- Membasuh tangan terlebih dahulu hingga tiga kali saat memasuki kamar mandi
- Membersihkan seluruh tubuh dari kotoran dan najis yang masih menempel
- Memulai mandi dengan mengguyurkan air ke kepala sebanyak tiga kali, disertai niat untuk melaksanakan mandi Jumat.
Adapun niat mandi Jumat adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِحُضُوْرِ صَلاَةِ الْجُمْعَةِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى
Nawaitul ghusla lihudhuuri shalaatil jumati sunnatan lillaahi ta’aalaa
Artinya: “Saya niat mandi untuk menghadiri sholat Jumat sunnah karena Allah Ta’ala.”
Setelah itu, basuh bagian tubuh sebelah kanan dengan air sebanyak tiga kali dilanjutkan dengan membasuh bagian kiri juga tiga kali, kemudian siramkan air ke seluruh tubuh. Pastikan untuk menggosok tubuh, baik bagian depan maupun belakang, sebanyak tiga kali serta menyela-nyelai rambut dan jenggot (jika ada). Pastikan pula air mencapai lipatan-lipatan kulit dan pangkal rambut.
Walhasil, dari pelbagai keterangan yang telah di paparkan ini bisa disimpulkan bahwa batas waktu kesunahan pelaksanaan mandi hari Jumat adalah dimulai sejak terbitnya fajar shadiq di hari Jumat hingga saat seseorang tidak lagi memiliki kesempatan mengikuti sholat Jumat. Akan tetapi, waktu paling utama adalah menjelang berangkat ke masjid untuk sholat Jumat, lantaran lebih sesuai dengan tujuan inti mandi yaitu menghilangkan bau yang tidak sedap. Wallahu a’lam bis shawab.