Dark
Light
Dark
Light

Filosofi Sarung dan Peci dalam Pandangan Frithjof Schuon

Filosofi Sarung dan Peci dalam Pandangan Frithjof Schuon

Pernahkah Anda melihat seseorang memakai sarung dan peci, terutama saat acara keagamaan seperti salat di masjid atau acara hari besar Islam? Di Indonesia, sarung dan peci bukan hanya pakaian biasa. Keduanya punya makna yang dalam bagi umat Muslim, terutama di kalangan santri—para pelajar di pesantren.

Bagi santri, sarung dan peci lebih dari sekadar pakaian. Keduanya  simbol identitas dan kesederhanaan. Nah, kenapa sarung dan peci begitu penting? Apa maknanya bagi para santri? Yuk, kita bahas lebih lanjut dengan melihat dari sudut pandang Frithjof Schuon, seorang filsuf terkenal yang membahas hubungan antara dunia fisik dan gaib!!

Sejarah dan Makna

Sarung sudah ada sejak lama. Ia punya sejarah panjang di Indonesia. Sarung dibawa pedagang India pada abad ke-15, kemudian menjadi bagian budaya sehari-hari, terutama di komunitas Muslim. Bukan hanya pakaian biasa, sarung juga dipakai saat acara keagamaan dan upacara adat.

Bagi santri, sarung melambangkan kesederhanaan dan kerendahan hati. Saat mengenakan sarung, santri mengingatkan dirinya untuk selalu rendah hati dan tidak sombong. Selain itu, juga praktis dipakai saat salat karena memudahkan mereka bergerak. Santri juga sering duduk bersila saat belajar, sehingga sarung cocok dipakai dalam posisi ini.

Seperti sarung, peci juga punya sejarah panjang. Peci yang kita kenal sekarang terinspirasi dari berbagai bentuk penutup kepala yang ada di dunia, termasuk fez dari Turki Ottoman. Di Indonesia, peci mulai populer pada awal abad ke-20 dan menjadi simbol nasionalisme saat perjuangan kemerdekaan. Tidak hanya dipakai para santri, tapi juga oleh tokoh-tokoh nasional seperti Sukarno.

Bagi santri, peci bukan sekadar topi tetapi simbol kedekatan dengan Tuhan dan mahkota spiritual. Ketika santri memakai peci, berarti mereka berusaha menjaga kesucian hati dan pikiran serta menghormati ajaran agama.

Identitas Santri

Ketika sarung dan peci dipakai bersama, keduanya menjadi simbol penting bagi santri. Peci di kepala melambangkan spiritualitas dan kedekatan dengan Tuhan. Sedangkan sarung yang menutupi tubuh melambangkan kesederhanaan dan kerendahan hati. Kombinasi ini menggambarkan keseimbangan antara kehidupan duniawi dan akhirat yang selalu diupayakan para santri.

Selain itu, sarung dan peci juga menjadi ciri khas para kiai di pesantren yang  menunjukkan otoritas dan kedalaman spiritual. Para santri melihat bagaimana kiai mereka berpakaian dan bertindak menjadi teladan yang patut ditiru.

Perspektif Filosofis

Frithjof Schuon (1907-1998) filsuf dan tokoh spiritual dari Swiss dikenal luas karena kontribusinya dalam ajaran Perennial Philosophy. Ia berpendapat berbagai agama  menyimpan nilai-nilai metafisika yang sama. Ia juga mendalami mistisisme Islam.

Schuon membahas hubungan antara dunia fisik (nyata) dan spiritual (gaib). Menurutnya, simbol-simbol agama seperti sarung dan peci punya makna mendalam dari sekadar benda yang kita lihat. Setiap agama, menuruut Schuon, mengandung aspek luar (eksoterik) dan aspek dalam (esoterik).

Aspek eksoterik adalah hal-hal yang bisa kita lihat, seperti pakaian, ritual, dan upacara keagamaan. Aspek esoterik adalah makna tersembunyi di balik hal-hal tersebut, yang berhubungan dengan Tuhan.

Dengan cara ini, sarung dan peci tidak hanya menjadi simbol yang kita lihat di luar, tapi juga punya makna dan pesan yang dalam bagi santri. Sarung bisa dilihat sebagai pengingat untuk selalu rendah hati dan sederhana. Sementara peci mengingatkan menjaga hati agar tetap bersih dan dekat dengan Tuhan.

Simbol Fesyen Era Modern

Menariknya, di era modern seperti sekarang, sarung dan peci tidak hanya dipakai oleh santri di pesantren. Keduanya sudah menjadi bagian dari budaya populer. Kita sering melihat sarung dipakai dalam acara-acara formal, bahkan sebagai fesyen di beberapa komunitas. Peci juga sering dipakai dalam upacara nasional, menunjukkan bahwa simbol ini tidak hanya berkaitan dengan agama, tetapi juga nasionalisme.

Beberapa anak muda bahkan memakai sarung dengan motif modern di kafe-kafe atau acara-acara seni. Ini menunjukkan bahwa budaya santri tidak ketinggalan zaman, melainkan terus berkembang sesuai dengan dinamika masyarakat modern.

Apa yang bisa kita pelajari dari sarung dan peci? Sarung dan peci bukan hanya pakaian biasa. Bagi para santri, mereka adalah simbol identitas, kesederhanaan, dan spiritualitas. Di balik pakaian ini, ada makna yang lebih dalam yang menghubungkan santri dengan ajaran agama dan budaya pesantren. Menurut Schuon, simbol-simbol seperti ini membantu kita menghubungkan dunia fisik dengan dunia spiritual.

Di era modern, sarung dan peci terus bertahan sebagai simbol penting di Indonesia, tidak hanya di kalangan santri, tetapi juga dalam budaya populer. Mereka mengingatkan kita untuk selalu menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, serta untuk selalu rendah hati dan menjaga kedekatan dengan Tuhan.

Selamat hari Santri 2024!


$data['detail']->authorKontri->kontri

Farid Mustofa
Staf Pengajar Fakultas Filsafat UGM, mahasiswa S3 Universitas Leipzig, Jerman.


Editor: Fajar WH
Home 2 Banner

Perspektif Lainnya

Home 1 Banner