Dark
Light
Dark
Light

Ta'leef, Oase Spiritual di Chicago

Ta'leef, Oase Spiritual di Chicago

Udara  Chicago, Ahad 20 Oktober silam, tak bersahabat buat kami yang datang dari negara tropis. Musim gugur memang mulai terasa dingin. Suhu di bawah 15 derajat cukup memaksa orang-orang di sana untuk mengenakan baju penghangat saat di luar rumah.

Bagi kami,—20 santri dan pengajar pesantren yang tengah menjalankan studi singkat di Chicago atas beasiswa Kementerian Agama dan LPDP,— udara itu sungguh terasa menusuk tulang. Namun ternyata berada di Majelis Ta'leef, South Halsted Street, Chicago, Illinois, Amerika Serikat suasana menjadi berbeda.

Sebabnya adalah alunan zikir lembut yang dibacakan Syekh Omar Faruq Abd-Allah saat memimpin wirid seolah menjadi api unggun bagi kami. Wirid itu dibawakan dengan intonasi datar dan pembacaan yang santai menyuguhkan sebuah kehangatan.  

Majelis Ta'leef menjadi oase bagi masyarakat muslim yang haus akan spiritualitas. Bukan saja bagi puluhan muslim dari berbagai negara yang bermigrasi di kota ini, tapi juga bagi mereka yang menghendaki diri untuk mengenal Islam.

Dikutip dari situs resminya, nama “ta’leef” itu diambil dari bahasa Arab yang berarti mendamaikan. Dalam konteks ini, kata tersebut berarti menyatukan hati. Ta'leef terinspirasi oleh akar kata dalam ayat Al-Qur’an (8:62-63).

Dalam surat Al Anfal itu Allah berfirman: “Dialah yang menolong kamu dengan pertolongan-Nya dan dengan orang-orang mukmin. Dan Dialah yang mempersatukan hati mereka. Dan jika kamu telah menghabiskan semua yang ada di bumi, kamu tidak akan dapat mempersatukan hati mereka; tetapi Allah telah mempersatukan mereka. Sesungguhnya, Dia Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.

Serampung wirid bersama, jemaah melingkar di hadapan Syekh Omar Faruk Abd-Allah, tak terkecuali kami. Mengetahui dari Indonesia, ulama kenamaan Amerika itu justru ingin belajar dari muslim Negeri Zamrud Khatulistiwa itu dalam menyampaikan dakwah yang penuh lembut dan kasih sayang. "Saya ingin belajar dari Indonesia," demikian kata ulama yang mengkaji Mazhab Maliki itu.

Ia menyebut Wali Sanga sebagai sosok ulama yang menjadi teladan baginya dalam berdakwah kepada masyarakat dunia. Secara khusus, ia juga menyebut Sunan Kalijaga sebagai sosok penting yang amat dihormatinya dan menginspirasinya.

Perkenalannya terhadap Wali Sanga sudah sejak lama ia dapatkan. Setidaknya, saat berkunjung ke Indonesia pada sekitar tahun 2005, ia juga menyempatkan diri untuk berziarah ke sejumlah Wali Sanga.

Terbuka untuk Siapa Saja

Majelis Ta’leef didirikan pada 2005 dan berkembang pesat berkat dukungan para relawan dan komunitas yang terus menjadikannya sebagai kekuatan energi positif yang dibangun atas dasar cinta.

Naim Khan, seorang jemaah, menyampaikan bahwa ,majelisnya itu terbuka untuk siapa saja yang tertarik pada Islam. "Kami menyambut dan mendukung mereka sebagai sesama manusia dan Islam," ujarnya.

Oleh karena itu, majelis ini terbuka bagi sesiapa saja yang hendak datang mengikuti kegiatannya atau ingin mengenal lebih jauh tentang Islam. "Ya ini terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar tentang Islam," ujarnya.

Hasilnya di sana pula, kata Naim, banyak orang yang menyatakan keislamannya, mengimani Tuhan hanyalah Allah swt dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya, di tempat ini. "Ini pusat komunitas, tempat shalat, banyak orang mengambil syahadat," katanya.

Jemaah lainnya, Muhammad menjelaskan tentang keterbukaan majelis ini. Sehingga tidak ada keanggotaan yang resmi mengikat. Siapa saja boleh datang termasuk mengikuti beragam kegiatan yang ada di sana. Seperti pengajian Selasa malam bersama Ubaydullah Evans, Maulid Burdah saban malam Jumat atau ikut keliling masjid pada tiap Ahad.  

Majelis ini juga memiliki ruang yang nyaman. Seperti yang dijelaskan Musa, pengurus Taleef, ruang aula yang cukup luas untuk menampung jamaah berkegiatan dan beribadah bersama, ada juga ruang privat di dalamnya dengan perpustakaan mini di satu sisinya.

Ruang yang lebih kecil itu, jelasnya, menjadi tempat lebih intim untuk orang-orang berkonsultasi dan bertanya lebih dalam tentang Islam. "Ada dua sampai tiga orang saban minggu bersyahadat di sini," ujarnya.

Majelis Ta'leef juga memiliki ruang lebih kecil lagi untuk anak-anak. Ruang ini dilengkapi dengan berbagai macam mainan. "Biasanya kami kalau tarawih, anak-anak di sini," katanya.

Atmosfer Sufistik

Pembacaan zikir bersama memberikan warna sufi pada komunitas ini. Terlebih saat malam Jumat, mereka berkumpul untuk bersalawat bersama, menyenandungkan puji-pujian untuk Rasulullah berdasarkan buku salawat yang mereka cetak sendiri. Di dalamnya, memuat berbagai macam salawat berbahasa Arab dan Inggris, di antaranya Qashidah Burdah yang ditulis Al-Bushiri.

Siapa saja yang hendak hadir, majelis itu terbuka. Tampak di sana juga beberapa perempuan tak berkerudung (tanpa bermaksud mendeskreditkan) turut duduk dan menyenandungkan salawat bersama. Setelahnya, sebagaimana tradisi di Indonesia, seluruh hadirin juga menikmati hidangan yang sudah tersedia berupa roti dan nasi.

Ada juga majelis saban Selasa malam, yang diampu Ustadz Ubaydullah Evans. Pendakwah muda yang menamatkan studinya di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir tampil casual. Ia tidak berjubah, tidak juga berpeci. Evans bercelana panjang dengan jaket yang menutupi kaosnya, terkadang bertopi. Singkatnya,ia bergaya ala Amerika.

Menariknya, hal yang disampaikan justru tentang nilai-nilai sufistik -- dia tidak berbicara soal halal-haram atau berbagai hal rigid: dan berisi ancaman dan tematik. Justru layaknya di pesantren, ia justru menyampaikan ceramahnya dengan mendasarkan pada kitab. Kitab yang dijelaskan dalam majelis itu juga kitab sufistik yang ditulis oleh Imam Ibnu Athaillah As-Sakandari yang berjudul Tajul Arus.

Ya, betul-betul seperti di pesantren. Ia membaca teks kitab itu dalam bahasa Arab. Kemudian menerjemahkannya. Baru diikuti dengan penjelasan yang lebih komprehensif dengan dalil Al-Qur’an, hadits, hingga contoh dan kontekstualisasinya.

Tak pelak, Ta'leef menjadi oase spiritual di Chicago, baik dari sisi jiwa dengan zikir dan bersalawat bersama, pun melalui pengetahuan yang disampaikan di dalamnya.

 

=============         
Liputan ini terbit atas kerja sama Arina.id dengan LTN PBNU dan Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam (PTKI) Kementerian Agama RI.
 


$data['detail']->authorKontri->kontri

Syakir NF
Jurnalis tingkat muda. Peserta program Micro-Credential di Amerika Serikat, Beasiswa non-Degree Dana Abadi Pesantren Kementrian Agama (Kemenag) berkolaborasi dengan LPDP dan Lembaga Pendidikan di Amerika Serikat.


Editor: Fajar WH
Home 2 Banner

Mozaik Lainnya

Home 1 Banner