Arina.id -- Siapa yang tak kenal grup musik Nasida Ria? Grup kharismatik asal Semarang ini kerap kali menggemakan seisi venue konser dengan lagu-lagu yang memorable di telinga masyarakat. Nasida Ria akan berumur 5 dekade pada tahun depan. Grup Nasida Ria membawakan lagu-lagu yang dikemas begitu asyik dan mengundang penonton lintas generasi.
Secara penamaan, Nasida Ria dielaborasi dari kata Nasyid dan Ria. Mafhum kita ketahui bahwa 'Nasyid' adalah lagu-lagu atau nyanyian-nyanyian yang lekat dengan tradisi Islam atau Ketimuran. Sedangkan 'Ria', ya, tidak perlu dijelaskan panjang lebar, 'Ria' bermakna gembira atau senang-senang.
Grup musik yang didirikan H. Muhammad Zain pada tahun 1975 ini telah beranak-pinak hingga tiga generasi. Generasi pertama Nasida Ria bertahan dari 1975 hingga 1990-an dengan anggota asli. Sedikitnya terdapat dua lagu dalam generasi ini yang masih eksis hingga sekarang seperti Perdamaian dan Bom Nuklir. Generasi kedua grup musik ini eksis dari tahun 90-an hingga awal 2000-an. Dengan tetap mempertahankan karakteristik awal, grup ini makin eksis dan menjadi primadona banyak orang (Nurchamim, 2018).
Generasi ketiga Nasida Ria semakin eksis hingga sekarang. Bahkan, tak jarang kekhasan kasidah ala Ketimuran ini dibawakan dengan asyik dari panggung ke panggung. Popularitasnya pun semakin mencuat, bahkan tahun 2022 lalu, Nasida Ria berhasil membuat takjub penonton di festival seni Documenta Fifteen, Kassel, Jerman.
Semua personil Nasida Ria yang terdiri dari para perempuan secara konteks masa dulu dan kini berhasil melawan narasi kultural bahwa dominasi panggung yang dipenuhi laki-laki dapat direbut. Hal ini juga tak dapat dilepaskan dari konteks kelahirannya di Semarang 49 tahun yang lalu. Di mana narasi Negara yang berupaya me-mainstreamkan Islam dalam wajah pembangunan dan kesantunan (baca: manut).
Uniknya, grup musik yang beranggotakan ibu-ibu lengkap dengan outfit ala pengajian ini tak selamanya mendendangkan kasidah-kasidah shalawat dan nasihat-nasihat Islami saja. Tetapi lebih dari itu, kritik sosial juga didendangkan dengan begitu rianya oleh para personil. Terlebih lirik yang sederhana dan mudah diingat ini membuat para penonton bernyanyi bebarengan dengan begitu kompaknya.
Memang, Nasida Ria memiliki karya yang jamak sekali dan tentunya kontekstual. Tak sekadar menulis lirik, mereka juga membaca fenomena sosial yang menjadikan niat untuk berbicara atas situasi yang terlintas.
Perdamaian dan Bom Nuklir
Beberapa waktu yang lalu, hadir festival musik di Kota Semarang yang turut diramaikan penampilan dari Nasida Ria. Tak sedikit pemuda dan pemudi yang berjoget dan bersenandung ria bersama Nasida Ria. Padahal, festival musik yang digelar tersebut ditujukan pada kawula muda yang terlihat dari sederetan band beraliran rock dan pop-roxk seperti The Sigit, Komunal, Koil, FSTVLST, Dongker dan lain sebagainya.
Ketika Nasida Ria menghenakkan alat musik—terbangnya di atas panggung, sedikitnya ada dua lagu yang membuat penulis geleng-geleng dan berdansa ria sembari mencoba memahami liriknya. Dua lagu itu adalah Perdamaian dan Bom Nuklir.
Perdamaian, lagu yang dirilis pada tahun 1982 ini memiliki arti yang begitu mendalam bagi penulis. Pesan-pesan yang digemakan begitu relevan dengan realitas dunia terkini. Ironi manusia dimunculkan dalam tiap bait lirik lagu Perdamaian.
Seperti penggalan "Banyak yang cinta damai, tapi perang makin ramai" menggambarkan bahwa.bnyak sekali pihak yang mendambakan perdamian. Kata 'perdamian' begitu mudah keluar dari lisan para tokoh-tokoh besar dunia. Tetapi di samping itu, konflik juga tumbuh subur disertai penemuan-penemuan baru seputar senjata pemusnah masal.
Selain itu, penggalan "Bingung-bingung kumemikirnya" merupakan ungkapan yang membuat kepala Penulis geleng-geleng keheranan atas kontradiksi manusia. Ketidakkonsistenan kemanusiaan begitu baik dipotret oleh Nasida Ria. Seruan kasih sayang, cinta kasih, dan perdamaian kerap dibarengi dengan konflik, peperangan, pertikaian dan lain sebagainya.
Selain Perdamian, lagu Bom Nuklir juga menarik perhatian..Persis setelah mendengar lantunan lagu ini, penulis berpikir, apakah antara lagu Perdamaian dan Bom Nuklir memiliki kesinambungan. Memang, kedua lagu ini masih berkelindan pada hal yang sama. Tetapi, lagu yang ke dua ini lebih fokus pada bom nuklir yang kini menjadi senjata paling ekstrem untuk memusnahkan manusia.
Penulis telah menelusuri bahwa dua negara besar, Rusia dan Amerika Serikat telah memiliki bom nuklir yang memiliki daya ledak yang besarnya berkali-kali ketimbang bom Hiroshima dan Nagasaki. Sangat menakutkan sekali memang, di mana situasi antar dua negara tersebut masih memanas hingga kini.
Bukan bermaksud mengafirmasi peldakan bom nuklir, tapi Penulis melihat ada probabilitas di situ, bila nyala api konflik antar dua negara tersebut tak kunjung diredupkan dan tak kunjung dipadamkan.
Maka, untuk membuat sadar pimpinan kedua negara tersebut baik Pak Putin dari Rusia dan Pak Trump dari Amerika Serikat, kiranya mereka perlu mendengar dan meresapi makna dua lagu Nasida Ria ini. Mereka perlu sadar bahwa apa yang telah dilakukannya sangat kontradiktif, alih-alih mewujudkan perdamaian, mereka malah membuat ketar-ketir dunia.
=============
Liputan ini terbit atas kerja sama Arina.id dengan LTN PBNU dan Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam (PTKI) Kementerian Agama RI.