Menerima, menjamu, dan melayani tamu adalah salah satu akhlakul karimah yang menjadi bagian dari ajaran Islam. Ketika seorang tamu berkunjung ke rumah, hendaknya pribumi tidak melihat latar belakang suku, bangsa, ras, bahkan agamanya. Nabi Ibrahim pun pernah ditegur oleh Allah ketika menolak kedatangan tamu karena alasan agamanya.
Syekh Utsman Al-Khaubawi dalam kitab Durratun Nashihin (Semarang, Toha Putra: t.t) halaman 49 mengisahkan, suatu malam seorang Majusi datang ke rumah Nabi Ibrahim untuk satu urusan. Ketika mengetahui bahwa tamu tersebut adalah seorang Majusi, Nabi Ibrahim dengan jujur berkata bahwa ia tidak bisa melayani tamu tersebut.
"Saya tidak bisa melayani kamu, kecuali jika kamu meninggalkan agama dan kepercayaanmu," kata Nabi Ibrahim pada tamu tersebut.
Mendengar jawaban Nabi Ibrahim tersebut, tentu saja tamu Majusi ini kecewa. Pria berusia 70-an tahun itu pun langsung pulang dengan perasaan sedih karena kunjungannya tidak diterima Nabi Ibrahim.
Beberapa saat kemudian Allah menegur Nabi Ibrahim atas tindakannya yang menolak tamu Majusi itu. Allah kemudian berfirman:
"Wahai Ibrahim, kamu tidak sudi melayani tamu Majusi itu kecuali dia mau keluar dari agamanya. Sebenarnya apa ruginya jika malam ini kamu melayani dia? Walaupun dia kafir kepada Kami, tapi Kami tetap memberinya makan dan minum selama tujuh puluh tahun." demikian wahyu Allah yang turun pada Nabi Ibrahim.
Setelah mendapat teguran dari Allah, Nabi Ibrahim pun kemudian sadar bahwa tindakannya itu adalah salah. Tidak mau menunggu lama, Nabi Ibrahim pun keluar di pagi buta untuk mencari keberadaan orang Majusi tersebut.
Setelah menemukan orang yang dicarinya itu, orang Majusi ini pun kaget melihat kedatangan Nabi Ibrahim yang tadi malam menolaknya saat bertamu.
“Ada apa gerangan? semalam kamu menolak kedatanganku tapi sekarang malah mencariku,” ucap Majusi itu heran saat melihat Nabi Ibrahim.
Nabi Ibrahim akhirnya meminta maaf kepadanya. Tidak hanya itu, Nabi Ibrahim pun menyampaikan wahyu Allah yang turun tidak lama setelah tamu Majusi ini pulang.
“Tuhan telah memperlakukanku sedemikian rupa tapi aku malah kafir kepada-Nya. Ulurkanlah tanganmu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah Rasulullah,” ucap Majusi itu akhirnya dengan tulus menerima agama tauhid.
Dari kisah Nabi Ibrahim ini menjadi bukti bahwa melayani tamu merupakan ibadah yang mulia. Memuliakan tamu juga menjadi salah satu ciri keimanan seseorang. Rasulullah bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
Artinya: "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya". (HR. Bukhari)
Dengan demikian, ketika ada tamu yang berkunjung ke rumah hendaknya tidak mempertimbangkan suku, ras, atau agamanya. Hal yang bisa dipertimbangkan adalah kezaliman atau tindakan kriminal. Jika ternyata tamu tersebut punya gelagat yang mencurigakan, misalnya ditengarai hendak mencuri, menipu, dan sejenisnya, maka perlu waspada karena umat Islam juga diperintahkan untuk menjaga keselamatan diri dan keluarga. Wallahu a'lam.