Kamis, 24 Dzulqadah di tahun 10 Hijriah, Rasulullah memimpin shalat dzuhur di Masjid Nabawi. Sejumlah sahabat telah menyiapkan pembekalan, termasuk tunggangan unta, dan kuda.
Siang itu, Rasulullah bersama ratusan ribu warga Madinah akan memulai perjalanan jauh ke arah selatan. Jarak yang ditempuh tak kurang dari 500 kilometer. Sebelum berangkat, dari belakang mimbar, Rasulullah menyeru, “Wahai manusia! Sungguh Allah telah mewajibkan haji atas kamu sekalian, maka berhajilah!”
Ya, siang itu Rasulullah dan rombongan akan kembali ke tanah airnya. Beliau akan menuju Baitullah di Makkah untuk menunaikan haji.
“Wahai Rasul, apakah haji diwajibkan setiap tahun?” Pertanyaan Al Aqra bin Habis tak direspons oleh Rasulullah. Penerima 100 unta setelah perang Hunain ini mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali.
“Seandainya kujawab iya, niscaya haji diwajibkan setiap tahun, dan kalian pasti tidak akan mampu,” jawab Rasulullah.
Pada tahun 10 Hijriyah, Kota Makkah sudah dikuasai oleh umat Islam sehingga Rasulullah dan umat Islam bisa masuk kota ini dengan mudah, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Di akhir tahun ke-10 Hijriyah ini, Rasulullah mengajak para sahabat di Madinah untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah.
Tidak lama kemudian, puluhan ribu (pendapat lain ratusan ribu) umat Islam yang tinggal di kota, desa, maupun yang di luar kawasan Madinah berduyun-duyun datang ke masjid Nabawi, guna menyiapkan diri (termasuk perbekalan selama 20 hari) dalam melaksanakan ibadah haji bersama Rasulullah.
Sebelum berangkat haji menuju Makkah, Rasulullah melakukan breifing terlebih dahulu dengan para sahabat dan umat Islam Madinah. Arahan Rasulullah mencakup berbagai hal, mulai dari teknis pemberangkatan hingga pelaksanaan ibadah haji.
Berikut ini potret dan kronologi lengkap perjalanan haji Rasulullah sejak tanggal 24 Dzulqadah tahun 10 Hijriyah, sebagaimana dibahas oleh Imam Ghazali Said dalam buku Manasik Umrah dan Haji Rasulullah (Surabaya, UIN Press: 2017) halaman 87-120.
Kamis, 24 Dzulqadah 10 H
Pada hari Kamis tanggal 24 Dzulqadah, Rasulullah bersama para sahabat siap berangkat dari Madinah menuju Makkah yang berjarak kurang lebih 500 km. Sebelum berangkat, terlebih dahulu dilaksanakan shalat Dzuhur berjamaah di masjid Nabawi yang dilanjutkan dengan khutbah pengarahan dari Rasulullah. Dalam pengarahan ini terjadi tanya jawab seputar teknis pemberangkatan, miqat (tempat mulai niat haji), hingga manasik haji.
Setelah semua penjelasan dianggap sudah dipahami, Rasulullah mengangkat Abu Dujanah As-Saidi sebagai pemimpin sementara kota Madinah. Sebelum berangkat, Rasulullah mulai berdandan, menyisir rambut, dan memakai parfum.
Perjalanan pun dimulai, sebagian besar rombongan jamaah haji ini berjalan kaki, namun ada juga yang mengendarai unta dan kuda. Rute yang ditempuh melalui jalan As-Syajarah yang sekarang melewati arah halte ‘Anbariyah dan Saniyah al-Mudarraj dan berakhir di Dzulhulaifah. Selama menempuh perjalanan tentu terjadi dinamika, ada jamaah yang sakit, melahirkan, dan seterusnya.
Setelah tiba di lembah Dzulhulaifah pada waktu asar, Rasulullah melangkah menuju masjid As-Syajarah, disebut As-Syajarah karena di dekat masjid itu ada sebuah pohon rindang yang dikenal dengan pohon Samurah. Di masjid ini Rasulullah melaksanakan shalat Asar berjamaah kemudian shalat Maghrib dan Isya dengan cara qashar.
Di malam hari, rombongan bermalam di lembah Al-Aqiq yang tidak jauh dari masjid. Rasulullah sendiri mendatangai istri-istrinya untuk memastikan keadaan keluarganya baik-baik saja. Rasulullah kemudian berteduh di bawah pohon Samurah.
Sebelum waktu Subuh tiba, Rasulullah mempersiapkan diri untuk melakukan ihlal dengan menggiring dan mendandani hadyu (hewan kurban) berupa beberapa unta untuk mengagungkan tanda-tanda Kebesaran Allah (Sya‘airillâh). Rasulullah kemudian mandi dan salat Subuh berjamaah di masjid As-Syajarah. Sebelum berpakaian ihram, beliau menyisir rambut, sekaligus meminyakinya.
Jumat, 25 Dzulqadah 10 H
Setelah shalat Subuh berjamaah di hari Jum’at, Rasulullah dan rombongan mulai menyiapkan diri. Di waktu Duha, Rasulullah dan rombongan berpakaian ihram, kemudian Rasulullah naik kendaraan, setelah duduk mapan lalu Rasulullah berdiri agar dapat melihat rombongan dan begitu pula sebaliknya. Rasulullah pun kemudian mengumandangkan talbiyah sebagai tanda ihlal.
Perjalanan pun dilanjutkan, puluhan bahkan ratusan ribu manusia yang semula berpakaian warna-warni, kini menjadi berseragam putih, hal ini menunjukkan prinsip persamaan atau egalitarianisme ajaran Islam. Sejak Dzulhulaifah hingga Makkah, rombongan mengumandangkan kalimat talbiyah sampai suaranya bergemuruh.
Ketika keluar dari Dzulhulaifah beliau memilih jalan Syajarah, kemudian belok ke selatan menuju jalan Mu’arris. Setiap datang waktu shalat, rombongan berhenti sejenak di sejumlah masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah.
Sabtu, 26 Dzulqadah 10 H
Pada hari Sabtu, Rasulullah dan rombongan menempuh perjalanan selama seharian penuh hingga akhirnya pada hari Ahad malam Senin tiba di Malal, jaraknya dengan Dzulhulaifah sekitar 50 km. Di tempat ini beliau istirahat sejenak kemudian berangkat lagi. Setelah menempuh perjalanan 13 km, Rasulullah kembali istirahat di sebuah masjid untuk melaksanakan shalat Maghrib dan Isya berjamaah dengan cara jama takhir dan qashar. Perjalanan kemudian dilanjutkan hingga tiba di suatu desa bernama Sayyalah. Di desa ini Rasulullah makan malam dan istirahat sampai Subuh.
Ahad, 27 Dzulqadah 10 H
Rasulullah dan rombongan melanjutkan perjalanan ke lembah ‘Irquz Zibyah dan berhenti di lembah Syaraf Ruha’ untuk shalat Dzuhur. Perjalanan berlanjut ke Munsarif dan shalat Asar di masjid Munsarif. Masjid ini kemudian dikenal sebagai masjid Gazalah. Jarak antara tempat-tempat tersebut sekitar 4-6 km.
Rasulullah dan rombongan berhenti di Muta’assya untuk salat Magrib dan Isya. Mereka makan malam dan istirahat sebentar kemudian melanjutkan perjalanan ke sebuah masjid di Asabah, jaraknya sekitar 138 km dari Madinah, tempat ini memiliki banyak sumber mata air.
Senin, 28 Dzulqadah 10 H
Rasulullah kemudian melakukan perjalanan dari Asabah melalui Ruwaitah dan sampai di kampung yang berbelok bernama Al-Arj. Setelah shalat di masjid Al-‘Arj, beliau melanjutkan perjalanan hingga tiba di Lahyu Jamal. Di tempat ini, beliau berbekam dan istirahat. Rasulullah dan rombongan kemudian melanjutkan perjalanan hingga tiba di Al-Qahah, sekitar 11 km dari Lahyu Jamal.
Selasa, 29 Dzulqadah 10 H
Pada hari Selasa 28 Dzulqadah, Rasulullah dan rombongan tiba di Suqya, sekitar 2 km dari Al-Qahah. Di masjid Suqya, Rasulullah shalat Dzuhur, Asar, serta Magrib dan Isya secara qasar dan jamak. Masjid ini memiliki 2 sumur, pohon kurma, dan pepohonan lainnya. Kemudian di malam hari, mereka melanjutkan perjalanan.
Rabu, 30 Dzulqadah 10 H
Rasulullah dan rombongan tiba di Abwa, berjarak sekitar 39 km dari Suqya. Beliau shalat Subuh di masjid Abwa’, kemudian beristirahat. Di tempat ini terdapat beberapa sumber mata air.
Kamis, 1 Dzulhijjah 10 H
Rasulullah dan rombongan tiba di Juhfah, 42 km dari Abwa’. Juhfah adalah tempat ihram bagi penduduk Syam (Suriah). Lembah ini sebelumnya bernama Muhi'ah, namun diganti dengan Juhfah setelah terjadi banjir bandang. Jaraknya hanya 15 km dari pantai Merah, dekat dengan Rabig yang sekarang menjadi miqat makani.
Rasulullah Kemudian melewati Ghadirkhum, berjarak sekitar 8 km dari Juhfah. Ghadirkhum terkenal karena sepulang melaksanakan haji Rasulullah berbicara tentang keistimewaan Ali bin Abi Thalib di sana.
Selanjutnya, Rasulullah turun ke lembah Qudaid yang memiliki sumur dan kebun, kemudian beristirahat di tempat tersebut. Qudaid berasal dari kata Qadid yang berarti daging dipotong tipis-tipis, dijemur, dan menjadi dendeng. Sebelumnya, Rasulullah juga pernah berbuka puasa di tempat ini saat perjalanan ke Makkah.
Jum’at, 2 Dzulhijjah 10 H
Pada hari Jumat, Rasulullah tiba di ‘Usfan, yang berjarak sekitar 65 km dari Qudaid. Di tempat ini juga terdapat banyak sumur. Rasulullah tidak melaksanakan shalat Jumat karena dalam kondisi sebagai musafir. Di sore hari, Rasulullah meneruskan perjalanannya.
Dalam perjalanan ini beliau melewati lorong besar yang populer dengan nama Fajj al- Rawha’. Selanjutnya beliau melanjutkan perjalanan dan melewati dataran tinggi Harsha. Perjalanan dilanjutkan dengan melewati lembah al-Azraq. Di daerah-daerah yang dilewati, Rasulullah menyebutkan sejumlah nabi yang juga perah melewati tempat tersebut.
Rasulullah akhirnya tiba di lembah Kira'ul Ganim, sekitar 23 km dari 'Usfan. Beberapa sahabat mengeluh karena perjalanan yang berat dan meminta izin untuk menunggang unta. Namun, Rasulullah mengatakan tidak ada unta yang tersedia. Sebagai penggantinya, mereka diminta mengikat pinggang dan mencampur pasir dengan susu sebagai penyedia energi agar bisa melanjutkan perjalanan.
Sabtu, 3 Dzulhijjah 10 H
Pada Sabtu 3 Dzulhijah, Rasulullah tiba di Marruzahrain setelah melewati jalan melalui kampung Janabid yang sempit dan bergelombang. Di jalan inilah Nabi memerintahkan pamannya Abbas untuk menahan Abu Sufyan agar ekspedisi militer Muslim lancar. Jarak Marruzahrain ke Makkah sekitar 32 km.
Ketika singgah di Marruzahrain, Rasulullah berkenan turun ke lembah curam di sebelah kiri jalan ke arah Makkah. Rasulullah shalat di masjid yang ada di sana, namun jejak masjid tersebut tidak ditemukan.
Perjalanan kemudian dilanjutkan dan istirahat sejenak di daerah Sarif, jarak Makkah dari kampung ini sekitar sekitar 20 km. Di Kampung Sarif ini, Rasulullah menikahi seorang janda bernama Maimunah binti al-Haris.
Rombongan tiba di Sarif sekitar magrib, Rasulullah tidak shalat Magrib di kampung ini melainkan shalat jamak takhir dengan Isya di daerah Dzi Thuwa yang jaraknya sekitar 7 km dari Makkah.
Di Dzi Thuwa, Rasulullah mandi di sebuah sumur yang kemudian diberi nama bi’ru Thuwa (sumur Thuwa) dan saat ini telah dibangun sebuah masjid. Rombongan pun menginap di Dzi Thuwa dan akan melanjutkan perjalanan setelah Subuh.
Ahad, 4 Dzulhijjah 10 H
Perjalanan dari Dzi Thuwa menuju Makkah ditempuh melalui jalur bebukitan Kadak yang ada di daerah Batha. Tepat di waktu Dhuha, Rasulullah dan rombongan akhirnya tiba di tempat tujuan yang selama ini dirindukan, Makkah Al-Mukarramah. Ketika mendekati Masjidil Haram, Rasulullah masuk melalui pintu kedamaian (Babussalam) seraya mengumandangkan takbir. Ketika sudah mendekati Kabah, beliau membaca doa:
اللَّهُمَّ زِدْ هَذَا الْبَيْتَ تَشْرِيفًا وَتَكْرِيمًا وَمَهَابَةً، وَزِدْ مَنْ شَرَّفَهُ وَعَظَمَهُ مِمَّنْ حَجَّهُ أَوِ اعْتَمَرَهُ تَشْرِيفًا وَتَكْرِيمًا وَبِرًّا
Artinya: “Ya Allah, tambahkan kemuliaan, keagungan dan kewibawaan pada ‘Rumah’ ini. Dan tambahkan pula kemuliaan, keagungan dan kebajikan pada orang yang memuliakan dan mengagungkan ‘Rumah’ ini, dengan cara haji atau umrah.”
Dengan demikian, perjalanan haji Rasulullah dari Madinah ke Makkah ditempuh selama 11 hari, yaitu dari tanggal 24 Dzulqa’dah hingga 4 Dzulhijjah. Rasulullah dan rombongan haji beristirahat di sejumlah tempat dan rutenya sebagaimana berikut:
Madinah > Dzulhulaifah > Malal > Sayyalah > Irquzzibyah > Syaraf Ruha > Musarif > Muta‘asya > Al-Ashabah > Al-Arj > Lahyul Jamal > Al-Qahah > Suqya > Abwa > Juhfah > Ghadirkum > Qudaid > Usfan > Kiraulghanim > Marruzzahrain > Sarif > Dzi Thuwa > Makkah.
Itulah perjalanan haji Rasulullah yang penuh perjuangan karena harus menempuh perjalanan hingga ratusan kilometer sambil memimpin puluhan bahkan ratusan ribu umat Islam. Semua perjuangan tersebut dibalas dengan kebahagiaan karena bisa melaksanakan ibadah haji di Makkah. Wallahu a‘lam.