Dark
Light
Dark
Light

Drama 16 Menit Buat Mike Tyson

Drama 16 Menit Buat Mike Tyson

Di atas ring tinju, Mike Tyson adalah pria yang kejam tiada ampun. Di pertengahan 1980-an, dia adalah monster yang bisa menjatuhkan petinju mana pun dalam waktu singkat. Kehebatan itulah yang membuat sosoknya mendarat mulus di hati para penggemarnya. Keberingasannya seolah mewakili sisi kebuasan mereka.   

Di usia tuanya -- 58 tahun, bahkan setelah dua puluh tahun tak pernah bertinju lagi, sosok itu seolah tak pernah pergi dari Tyson. Itu juga yang mengiringinya saat bertanding melawan Jake Paul, 27 tahun.

Paul – petinju yang baru sepuluh kali naik ring dan sekali kalah, lebih dulu dikenal sebagai seorang pembuat konten – dengan nyanyian yang buruk, konten prank. Ulah-ulahnya itu membuat banyak orang tak suka.

Saat direncanakan mereka akan diadu di atas ring, seketika pula banyak orang yang berharap, Tyson bisa memberikan pelajaran pada anak songong ini. Setelah sempat ditunda, pergelaran tinju itu dilangsungkan di AT&T Stadium in Arlington, Texas, Sabtu 16 November 2024 lalu, waktu di Indonesia.

Ternyata di atas ring Tyson hanyalah laki-laki tua yang lamban. Pukulannya banyak memukul angin. Dia, tercatat hanya melepaskan 97 pukulan, hanya 18 di antaranya yang berhasil mendarat di wajah Paul.  

Sebaliknya, lawannya Paul, dengan selisih perbedaan 31 tahun tengah berada di puncak kekuatannya. Statistik bicara, Paul berhasil mendaratkan 78 pukulan dari 278 pukulan yang ia lepaskan.

Meski bukanlah petinju hebat tapi dengan kekuatan fisiknya sebenarnya dia bisa saja membuat Tyson jatuh tersungkur. Di ronde ketiga, Tyson sempat sempoyongan. Namun itu tak dilakukannya. "Saya ingin memberi pertunjukan kepada para penggemar. Saya tidak ingin menyakiti," kata Paul menjelaskan alasannya.

Laga ini memang bukanlah sebuah pertarungan, melainkan sebuah pertunjukan. Meski berlabel laga resmi, jumlah ronde dipangkas dari 12 menjadi 8. Pun dengan sarung tinju -- dibuat untuk mengurangi pukulan. Yang lebih penting, satu ronde hanya berdurasi 2 menit alias dikorting 1 menit.  Total Tyson hanya bertarung 16 menit.

Sebagai sebuah pertunjukan, Paul – yang memulai karir sebagai petinju profesional pada 2018, memerlukan lompatan besar. Hal itu dimulai dengan mendirikan  Most Valuable Promotions (MVP) -- yang mencarikan lawan dan menciptakan panggung untuknya.

Hingga akhirnya mereka menemukan lawan istimewwa, Mike Tyson bekas juara dunia kelas berat. Mudah saja bagi MVP untuk mendapatkan lawan renta tapi punya daya jual tinggi. Tyson mengangguk setuju dengan bayaran sebesar 20 juta dolar AS (sekitar Rp 317 miliar) -- atau setengah dari yang didapatkan Paul.

Tyson menyatakan uang bukanlah faktor utama kembalinya ke ring. “Ah dengan uang segitu tak membuat saya kaya. Ini adalah untuk meneruskan kejayaan,” katanya.

Keputusan Tyson kembali bertinju sebenarnya sudah menyulut kontroversi. Eddie Hearn, salah satu promotor terbesar di industri ini, menyebut kembalinya Tyson untuk bertanding sangat membahayakan dirinya. "Ini adalah ide yang buruk. Seharusnya Tyson tidak lagi berada di atas ring.”

Nakisa Bidarian, salah satu pendiri Most Valuable Promotions, membalas Hearn dengan menyatakan bahwa pertarungan ini cukup adil. "Paul tidak pernah dipukul oleh seseorang seperti Mike Tyson," katanya.  Hearn tetap pada kesimpulan, laga yang menghadirkan petinju tua adalah sebuah tindakan yang sama sekali tidak menghargai tinju.

Tinju memang telah kehilangan ingar-bingarnya. Ring yang dulu gemerlap dengan nama-nama besar, kini kehilangan pamornya. Sekarang orang-orang lebih tertarik menonton tarung bebas dalam oktagon yang lebih luas dari ring tinju dan juga lebih brutal.

Ring yang kemudian sepi dilirik sebagai arena tontonan di zaman digital ini. Beda dengan masa keemasan Tyson apalagi Muhammad Ali, mereka yang naik ring bukanlah dengan rekor yang fantastis melainkan nama-nama yang punya pengikut banyak di media sosial. Mereka adalah petinju influencer.

Petinju jenis ini, dijelaskan di New York Times tahun lalu, "Mereka berbeda dengan petinju sesungguhnya. Bahwa pertarungan tanpa narasi hanyalah latihan teknis yang hampa."

Jake Paul adalah nama yang memenuhi kriteria itu. Dia menjadi daya tarik bagi orang-orang meski mereka tidak menyukainya. Mereka justru ingin melihatnya terpukul. Apalagi kalau sampai tersungkur mencium kanvas.

Di sisi lain, banyak yang melihatnya sebagai peluang bisnis. Dalam laga Tyson ini, Netflix -- penguasa industri streaming, yang memiliki hak eksklusif laga ini. Hanya pelanggannya yang bisa menontonnya.  

Mereka yang memiliki ratusan juta pelanggan perlu mendapatkan pemasukan dari iklan. Satu yang bisa dilakukan adalah menggelar sebuah pertunjukan yang menyatukan jutaan penonton dalam satu waktu. Di saat itulah, iklan akan berdatangan.

Alih-alih membeli hak siar untuk event olahraga besar atau acara  penganugerahan seperti Oscar atau Grammy, mereka membuat momen-momen sendiri yang lebih kecil dan murah.

"Netflix sudah memiliki pelanggan. Sekarang, mereka ingin menciptakan acara-acara unik untuk mendorong penjualan iklan," kata Rich Greenfield dari LightShed Ventures – perusahaan pendanaan media.

Sebelum menggelar laga Tyson versus Paul, Netflix telah menggarap beberapa acara live. Bahkan pada Hari Natal kelak, mereka akan menayangkan dua pertandingan sepak bola Amerika atau NFL.

Untuk pertarungan Tyson versus Jake, mereka menyiapkannya dengan serius. Mereka merilis dokumenter tiga episode yang mengikuti keduanya bersiap untuk bertarung. Tayangan ini menuntun penonton untuk menyaksikan dua nama besar di dunia tinju.

Hasil laga ini sudah kita ketahui. Di ring tinju, Jake Paul yang unggul atas Tyson dengan angka mutlak. Namun yang sejatinya menjadi pemenang adalah Netflix. Siaran langsung laga ini disaksikan oleh 60 juta pelanggan!


$data['detail']->authorKontri->kontri

Irfan Budiman
Mantan wartawan dan penulis lepas di sejumlah media.


Editor: Fajar WH
Home 2 Banner

Human Lainnya

Home 1 Banner