Turki adalah negara yang terletak di antara benua Eropa dan Asia. Lokasi geografisnya sangat strategis dan memberi pengaruh besar di kawasan tersebut karena menjadi jembatan dua benua. Turki juga berperan penting dalam perjalanan panjang sejarah peradaban Islam melalui Kesultanan Turki atau dikenal dengan Kesultanan Ottoman, sebelum kemudian sistem kekhalifahan dirombak oleh Mustafa Kemal Pasha menjadi Republik dalam rangka modernisasi.
Masa transisi dari era kekhalifahan Utsmani menuju Republik bukan persoalan yang mudah, sebab menurut Erik J. Zurcher dalam buku: Turkey, A Modern History menyebutkan ideologi resmi Turki pada masa kekhalifahan 17, 18, 19 adalah melindungi umat Islam dari dunia luar. Sehingga para ilmuwan Islam mengembangkan sikap konservatif bahkan terkadang obskurantis. Selain itu menekankan eksklusivitas hubungan antara penguasa beserta pembantu dan rakyatnya. Sultan adalah penguasa absolut.
Turki Memasuki Titik Nadir
Turki Usmani mulai memasuki masa kemunduran pada abad ke-17 M yang ditandai kekalahan militernya dalam menghadapi dunia Kristen Barat. Jauh sebelumnya, gejala awal dari kemunduran tersebut bahkan sudah terlihat sejak akhir abad ke-16 M yang ditandai lemahnya para sultan dalam mengendalikan tugas negara.
Lemahnya sistem birokrasi, merosotnya sosial ekonomi, dan munculnya kekuatan asing (Eropa) mengakibatkan Turki Usmani semakin terpuruk.
Pasca runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani dan berubah menjadi Republik sekuler yang dipelopori oleh Mustafa Kemal Attaturk pada tahun 1924, pada awalnya bermaksud untuk kemajuan Islam Turki. Namun hal ini malah menjadi ancaman bagi eksistensi Islam di Turki.
Pasca kematian Kemal, para penganut paham sekuler Kemal tidak mendapatkan atensi yang baik dari masyarakat Turki. Mereka yang dulu fanatik terhadap paham sekularisasi yang diajarkan Kemal Attaturk sudah berubah total, sehingga tidak lagi menjadi nasionalis yang membabi buta. Mereka tunduk kepada negara dan penguasa yang sah.
Turki di masa ini telah memasuki era baru, kelompok Islamis moderat yang menguasai jalannya pemerintahan menunjukkan kemajuan di berbagai bidang. Salah satu tokoh yang masyhur dengan gerakan tasawuf modern Turki adalah Fathullah Gulen.
Golden Generation ala Fathullah Gulen
Dalam buku Advocate of Dialogue Fathullah Gulen yang ditulis Ali Unal menyebutkan bahwa Fathullah Gulen atau juga dikenal Hodja Efendi lahir pada tahun 1938 M di Korucuk, provinsi Erzurum. Ini artinya Gulen lahir pada masa pengaruh sekuler Kemal Attaturk mulai meredup.
Pendidikan Fethullah Gulen ditempa langsung oleh ayahnya dan beberapa guru sufi, antara lain Muhammed Lutfi Effendi, Haci Sitki dan Osman Bektaş. Sehingga tidak mengherankan, sisi spiritualitas Gulen banyak dipengaruhi oleh ajaran para Sufi.
Gulen sangat terinspirasi dari tokoh sufi bernama Badiuzzaman Said Nursi (w.1960) melalui buku yang berjudul Rasail Al-Nur. Gulen membaca buku ini pada tahun 1950, tepatnya ketika ia berusia 12 tahun. Gulen mengakui bahwa konstruksi pemikirannya terinspirasi dari Said Nursi. Khususnya berkenaan dengan isu-isu modern. Ia sangat menaruh hormat kepada guru-gurunya maupun tradisi tasawuf. Meski begitu ia tidak pernah mengikuti tarekat tertentu.
Gulen resmi mengajar pada usia 21 tahun di daerah Edirne. Namun ia diperbolehkan untuk mulai mengajar lebih awal di Erzurum, sebab di usia yang masih muda ia termasuk siswa mengagumkan dan berprestasi.
Kajian dan khutbah yang digelar oleh Gulen mendapat respon positif dari masyarakat, kebanyakan yang menyimak adalah mahasiswa dan intelektual.
Cara penyampaiannya menggunakan bahasa Turki yang fasih dan mampu menarik perhatian serta menghadirkan kesan yang mendalam bagi para pendengarnya, sehingga reputasinya meningkat pesat di daerah barat Turki.
Memasuki tahun 1966, Fethullah Gulen ditugaskan ke Izmir sebagai khatib senior dan diizinkan untuk memberikan ceramah di beberapa provinsi. Di kota Izmir, Gulen mulai menyebarkan gagasannya yang ia unduh dari Said Nursi terkait masalah-masalah sosial seperti keadilan sosial, pemulihan ekonomi, pembenahan bidang pendidikan serta kemajuan teknologi untuk mengobati penyakit-penyakit kemanusiaan.
Selain melalui ceramah, Gulen menulis sejumlah artikel dalam berbagai jurnal dan beragam topik, baik mengenai pendidikan, hubungan antaragama, dan keadilan.
Karya-karya tulisnya kini sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, antara lain Inggris, Jerman, Rusia, Albania, Jepang, Korea, Spanyol, dan Indonesia.
Gulen banyak menuangkan pemikiran-pemikiran tentang pembaruan di dunia Islam dan lebih mengedepankan dialog dan perdamaian antarsesama umat beragama dalam menyebarkan ajaran dan nilai-nilai Islam.
Pemikiran Gulen kemudian menjadi sebuah gerakan yang ia wujudkan dalam bentuk lembaga-lembaga pendidikan, lembaga amal, media massa cetak dan elektronik, perkumpulan-perkumpulan pelajar dan kelompok-kelompok lobi, bahkan membantu berdirinya asosiasi wartawan dan penulis di Turki.
Salah satu pemain sepakbola Turki, Hakan Sukur termasuk pengikut pemikiran Gulen. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman, Welt am Sonntag, dipaparkan, bangkrutnya Sukur karena dihalangi akses keuangannya oleh Erdogan gara-gara beda pandangan politik. Kini seperti diberitakan Daily Sabah, Şükür kabarnya menjalankan usaha restoran-kafe di Palo Alto, Caifornia, Amerika Serikat.
Ini menunjukkan pemikiran Gulen tumbuh dan berkembang menjadi gerakan sosial yang kemudian dikenal sebagai Gulen Movement. Gulen mengadopsi tiga misi Nursi sebagai dasar metode dakwahnya, yakni meningkatkan kesadaran dalam diri umat Islam, menangkal filsafat materialis, dan membangkitkan kembali memori kolektif masyarakat muslim. Namun, terdapat perbedaan antara Gulen dan Nursi. Jika Nursi menitikberatkan pada penguatan iman individu, maka Gulen menekankan pada transformasi sosial.
Mengutip keterangan Prof Nursyam dalam Nursyam Center, prinsip utama ajaran Gulen adalah pencerahan spiritual dan intelektual. Aktivitas dakwah Gerakan Gulen di ranah pendidikan adalah mencetak golden generation. Golden generation adalah generasi yang dapat mengintegrasikan antara Islam dengan realitas adab modern.
Pandangan ini semakin menegaskan bahwa warisan terbesar Gulen adalah gerakan sosial yang dikenal dengan Gulen Movement. Harapannya dari gerakan ini akan mencetak golden generation, generasi emas yang secara spiritual dan intelektual berjalan seimbang.
Kini, pencetus gerakan tersebut telah tiada. M. Fethullah Gulen alias Hodja Effendi wafat pada tanggal 20 Oktober 2024. Namun pemikiran cemerlangnya tetap menjadi referensi wajib bagi para pengkaji Islam moderat dan tasawuf.