Dark
Light
Dark
Light

Fatwa MUI tentang Dana Haji, Komnas Haji: Beri Efek Ganda

Fatwa MUI tentang Dana Haji, Komnas Haji: Beri Efek Ganda

Jakarta, Arina.id
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj mengatakan bahwa Fatwa MUI tentang dana haji memberi efek ganda. Pihaknya menyambut baik fatwa MUI ini karena efek pertama adalah menjamin keadilan atas hak jutaan jemaah haji tunggu. Menurutnya 

Fakta menunjukkan, minat masyarakat menunaikan ibadah haji tidak pernah surut. Akan tetapi karena keterbatasan kuota yang diberikan Arab Saudi selaku negara tuan rumah mereka yang mendaftar tidak bisa langsung berangkat, harus menunggu (waiting list).

“Lamanya antrian di masing-masing daerah berbeda-beda, ada yang 15 tahun, 20 tahun, 30 tahun hingga 48 tahun baru bisa ke tanah suci. Saat ini kurang lebih ada 5,2 juta pendaftar haji,” ungkap Dosen UIN Jakarta ini melalui keterangan pers yang diterima Arina.id, Selasa, (30/7/2024).

Ia menjelaskan bahwa calon Jemaah haji regular harus membayar uang muka (porsi) Rp, 25 juta/ orang, bagi Jemaah khusus minimal U$ 4.000,- (empat ribu dollar Amerika). Setoran tersebut menimbulkan pengendapan dana kurang lebih Rp. 170 trilyun yang ditampung di rekening Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kemudian diinvestasikan melalui berbagai instrumen. Hasil kelolanya berkisar antara Rp. 6 trilyun – Rp. 10 trilyun per tahun.      

“Muncul pertanyaan di masyarakat mengenai status kepemilikan dana setoran awal haji yang telah dibayarkan calon Jemaah ke rekening BPKH, termasuk dari hasil investasi dan bagaimana hak Jemaah haji tunggu yang kelak baru akan berangkat puluhan tahun mendatang?,” tanyanya.

Merespon persoalan ini, MUI melalui Ijtima Komisi Fatwa se-Indonesia VIII menghasilkan keputusan hukum (fatwa) yang menyatakan mengambil dana calon jamaah haji lain tanpa persetujuan dan memanfaatkannya untuk menutupi kebutuhan pemberangkatan hukumnya haram. Pengelola yang mengambil dana calon jamaah haji dan memanfaatkannya untuk menutupi kebutuhan pemberangkatan jamaah haji lainnya hukumnya dosa.

"UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji maupun UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji memberikan mandat, dana haji harus dikelola sesuai dengan syariat Islam yang menjamin bebas dri riba, gharar, dan maysir. Karena itu fatwa MUI menjadi sangat relevan," katanya.

Hentikan Skema Ponzi

Kedua, Fatwa MUI ini menghentikan praktik skema ponzi (ponzi sceam) konsep yang digagas oleh Charles Ponzi pebisnis asal Amerika Serikat, atas pengelolaan keuangan haji yang telah dianggap lumrah oleh BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) sejak lembaga ini didirikan 2017. 

BPKH sebagai lembaga yang bertanggungjawab menerima setoran, mengelola dan menginvestasikan dana haji selama ini sangat meng-anak-emaskan jemaah haji yang berangkat lebih dahulu pada tahun berjalan dengan subsidi jorjoran puluhan juta rupiah berkisar Rp 37 juta – Rp 57 Juta / per orang.

"Adapun jemaah haji yang masih antri dianak-tirikan begitu rupa hanya diberikan bagian Rp 260 ribu sampai Rp. 560 ribu/ per orang untuk setiap tahunnya dari hasil investasi yang didistribusikan melalui akun virtual (virtual account)," ungkapnya. 

Ia menyebut skema tersebut berpotensi menjadi bom waktu. Jemaah haji waiting list terancam tidak dapat menikmati hasil investasi hasil kelola BPKH karena nilai manfaat habis terkuras untuk subsidi secara jorjoran guna menanggung biaya jemaah haji yang berangkat lebih dulu.

"Seolah-olah Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang dibayar jemaah murah, padahal biaya subsidi itu merupakan hak jutaan jemaah haji tunggu sebagai pemilik dana (shohibul mal) baik pokok maupun hasil investasinya," katanya.

Jutaan jemaah haji tunggu tidak diberi tahu praktik ini oleh BPKH. Sehingga wajar kalau kemudian fatwa MUI memvonis tata kelola keuangan haji di BPKH saat ini haram dan dosa.  Praktik semacam itu dari segi manapun sangat tidak adil, diskriminatif dan tidak sesuai dengan ketentuan syariat (syar’i). 

Bahkan bila ditelisik lebih jauh ungkapnya, tata kelola dan skema biaya haji yang dibuat BPKH sangat identik dan menduplikasi apa yang telah dilakukan oleh travel-travel umrah yang pernah bermasalah yang merugikan ratusan ribu jemaahnya dan gagal umrah seperti First Travel dan Abu Tour sehingga menyeret pemiliknya masuk bui.

Dana umrah dari calon jemaah yang mendaftar di belakang digunakan untuk menanggung biaya jemaah umrah yang lebih dulu daftar sehingga seolah-olah biayanya murah, padahal dibalik itu ada ribuan jemaah yang dikorbankan. 

Jika melihat data dari BPKH sejak efektif dibentuk tahun 2017, skema ponzi memang tidak terhindarkan rinciannya sebagai berikut :  

  1. Tahun 2018 nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp5,7 triliun, pembagian kepada jemaah haji tunggu Rp777,3 milyar, sedangkan subsidi kepada jemaah haji berangkat pada tahun berjalan menguras dana sebesar Rp6,54 triliun, rata-rata Jemaah haji yang berangkat mendapatkan subsidi Rp33,27 juta per/orang
  2. Tahun 2019 nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp7,36 triliun, pembagian kepada jemaah haji tunggu Rp1,08 triliun, sedangkan subsidi kepada jemaah haji berangkat pada tahun berjalan menggerus dana sebesar Rp6,81 triliun. Rata-rata Jemaah haji yang berangkat mendapatkan subsidi Rp33,92 juta per/orang
  3. Tahun 2020 nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp7,43 triliun, pembagian kepada jemaah haji tunggu Rp2 triliun, sedangkan subsidi kepada jemaah haji berangkat pada tahun berjalan 0, karena tidak ada pemberangkatan haji akibat Covid-19
  4. Tahun 2021 nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp10,52 T triliun, pembagian kepada jemaah haji tunggu Rp2,5 triliun, sedangkan subsidi kepada jemaah haji tahun berjalan 0 karena tidak ada pemberangkatan haji akibat Covid-19
  5. Tahun 2022 nilai manfaat yang diperoleh BPKH Rp10,8 T triliun, pembagian kepada jemaah haji tunggu Rp2,06 triliun, sedangkan subsidi kepada jemaah haji tahun berjalan menggelontorkan dana Rp.5,47 triliun. Padahal kuotanya haji regular ketika itu hanya 92.825 orang dari total kuota resmi 100.051 dari Arab Saudi. Rata-rata Jemaah haji yang berangkat mendapatkan subsidi Rp57,91 juta per/orang
  6. Tahun 2023 nilai manfaat yang diberikan kepada Jemaah haji pada tahun berjalan Rp. 7,1 triliun. Rata-rata subsidi Jemaah haji reguler  Rp 40.237.937/ per orang dari nilai manfaat.
  7. Tahun 2024 nilai manfaat yang diberikan kepada jemah haji pada tahun berjalan Rp. 8,2 triliun untuk 241 ribu Jemaah haji. Rata-rata Jemaah haji regular mendapatkan subsidi dari nilai manfaat Rp.37, 3 juta per orang 

Skema semacam ini menguras cadangan nilai manfaat di BPKH, jika pola tersebut terus dipertahakan. Maka cadangan nilai manfaat akan habis musim haji tahun 2026 atau 2027. Terlebih BPKH dalam melakukan upaya investasi tidak mau berkeringat, hanya mau main aman, tidak mau ambil risiko sehingga sehinga imbal hasilnya (return) yang diperoleh tidak signifikan. 

Tentu saja yang diuntungkan atas praktik ponzi tersebut adalah jemaah haji yang lebih dahulu berangkat. Mereka yang puluhan tahun masih masuk di daftar antrian nasibnya terancam ‘buntung’ karena tidak mendapatkan subsidi sebab dananya sudah dikuras dan terpakai lebih dahulu apalagi ada bayang-bayang ancaman inflasi, krisis global, liberalisasi kebijakan haji dan kenaikan pajak di Arab Saudi dan sebagainya. 

"Dengan adanya Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII fatwa MUI, BPKH dapat berbenah menata ulang dalam mengelola keuangan haji agar adil, tidak diskriminatif, melindungi hak jutaan jemaah dan sesuai dengan ketentuan syariat serta berkelanjutan," ungkapnya.

Mandat Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji harus dijalankan dimana BPKH harus membuat akad wakalah dengan Jemaah yang mengatur hak dan kewajiban seperti layaknya perjanjian. Tidak seperti praktik selama ini calon jemaah hanya diminta menandatangani pernyataan wakalah yang di dalamnya tidak diatur hak dan kewajiban sehingga hanya menguntungkan pihak BPKH. 

"Di sisi lain, untuk menjamin keberlangsungan pengelolaan keuangan haji, BPKH dan DPR perlu duduk bersama merevisi UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UUPH)," pungkasnya. 

Home 2 Banner

Berita Lainnya

Home 1 Banner